Jakarta, Aktual.com – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyampaikan pandangan pemerintah terkait Rancangan Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) termasuk tidak perlu ada pengaturan mekanisme pelimpahan kawasan konservasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Selasa (22/11), Menteri LHK Siti menjelaskan bahwa di dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah telah diatur wewenang pemerintah pusat dan daerah terkait KSDAHE.

Untuk itu, tidak perlu mengatur mekanisme pelimpahan dalam RUU yang akan merevisi Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE.

“Sehingga dalam revisi UU 5/1990 kami memandang tidak perlu mengatur mekanisme pelimpahan kawasan konservasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah,” ujar Siti dalam rapat kerja untuk pembahasan revisi UU No.5 Tahun 1990 tentang KSDAHE itu.

Hal itu dikarenakan hutan konservasi merupakan benteng terakhir kawasan hutan dan cukup dengan pendelegasian wewenang melalui prosedur kerja sama antara pusat dan daerah, sistem dekonsentrasi dan/atau devolusi.

Siti menjelaskan bahwa berdasarkan UU No.23 Tahun 2014 sudah dipertegas terkait kewenangan pusat tentang urusan bidang kehutanan bahwa penyelenggaraan pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), penyelenggaraan pemanfaatan secara lestari kondisi lingkungan KPA serta pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (TSL) merupakan kewenangan pusat.

Dalam hal itu maka pengelolaannya berada di bawah wewenang KLHK.

“Terhadap peran dan kewenangan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota telah secara tegas diatur kewenangannya di bidang konservasi yaitu kewenangan pengelolaan taman hutan raya oleh pemerintah daerah,” kata Siti.

Pemerintah provinsi juga diberikan kewenangan terhadap pelaksanaan perlindungan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi.

Dalam kesempatan itu dia juga menyampaikan pandangan mengenai usulan pembagian status konservasi TSL menjadi tiga kategori.

Siti menyatakan bahwa pembagian kategorisasi dimaksud akan mempersulit proses identifikasi, pengendalian pemanfaatan, pengawasan serta penegakan hukum.

“Penetapan status konservasi TSL yang sudah diatur di UU 5/1990 menitikberatkan pada aspek perlindungan dan pemanfaatan sedang usulan kategorisasi status konservasi TSL pada draft RUU inisiatif DPR menitikberatkan pada aspek pemanfaatan,” katanya.

Untuk itu, pemerintah berpandangan pembagian status TSL tetap dalam status dilindungi dan tidak dilindungi.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Warto'i