Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas, Sofyan Djalil nampak mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Badan Anggaran DPR RI di Ruang Rapat Banggar, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/10/2015). Selain membahas penetapan postur sementara RUU tentang APBN tahun anggaran. 2016, Raker tersebut juga membahas dana desa.

Jakarta, Aktual.com — Pemerintah dan Badan Anggaran DPR, Kamis (15/10), sepakat menurunkan postur belanja menjadi Rp2.095 triliun dan pendapatan negara menjadi Rp1.822 triliun dalam Rancangan APBN 2016.

Penurunan postur belanja dan pendapatan tersebut di antaranya karena perubahan sejumlah asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi yang disesuaikan menjadi 5,3 persen dari asumsi awal 5,5 persen, dan asumsi kurs rupiah menjadi Rp13.900 per dolar AS pada RAPBN 2016.

Selain itu, asumsi harga minyak pun turun dari 60 dolar AS per barel menjadi 50 dolar AS per barel.

“Ini adalah hasil terakhir dari penyesuaian, setelah pembahasan terakhir di rapat panitia kerja A. Memang berat, semua terjadi begitu mendadak,” kata Ketua Badan Anggaran DPR Ahmadi Noor Supit setelah menerima paparan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

Secara rinci, Menkeu Bambang menjelaskan, belanja negara yang diusulkan di nota keuangan RAPBN 2106 sebesar Rp2.121,3 triliun di perhitungan sementara turun menjadi Rp2.095 triliun. Sementara, pendapatan negara yang diusulkan Rp1.848 triliun turun menjadi Rp1.822 triliun.

Dari sisi belanja negara, belanja pemerintah pusat dari Rp1.339 triliun turun jadi Rp1.325 triliun. Sedangkan belanja transfer ke daerah dan dana desa dari Rp782 triliun turun jadi Rp770,2 triliun.

Dalam komponen belanja negara, belanja pemerintah pusat juga turun dari Rp1.339 triliun jadi Rp1.325 triliun. Namun, belanja Kementerian/Lembaga (K/L) justru mengalami kenaikan dari Rp780,4 triliun menjadi Rp784,1 triliun.

Sedangkan, belanja transfer ke daerah yang pada nota keuangan Rp782,2 triliun menjadi Rp770,2 triliun. Dengan begitu, dalam postur sementara ini, belanja K/L jadi lebih besar dibandingkan belanja transfer ke daerah dan dana desa.

Menkeu mengatakan, meskipun kini belanja K/L lebih tinggi dibanding belanja transfer daerah dan dana sesa, perbedaan jumlah anggaran dari dua pagu, –yang mencerminkan perimbangan keuangan negara–, itu menjadi semakin kecil.

Kini, kata dia, belanja K/L hanya lebih tinggi Rp14 triliun dibanding belanja transfer daerah dan dan desa.

“Tahun lalu (pada APBNP 2015), bedanya itu Rp130 triliun. Jadi penurunan perbedaannya signifikan,” ujar dia.

Dengan begitu, kata Bambang, pemerintah tetap mengupayakan desentralisasi fiskal melalui peningkatan alokasi anggaran ke daerah.

Dari sisi pendapatan, penerimaan perpajakan dari Rp1.565 triliun turun menjadi Rp1.546 triliun. Sementara, penerimaan negara bukan pajak dari Rp280,3 triliun turun menjadi Rp273,8 triliun.

Adapun defisit anggaran dengan Produk Domestik Bruto yang berubah, sebesar Rp273,2 triliun atau 2,15 persen dari PDB.

Pembiayaan untuk membayar defisit itu berasal dari pembiayaan dalam negeri sebesar Rp272,8 triliun, dan pembiayaan luar negeri Rp400 miliar.

Sedangkan asumsi makro lainnya dalam RAPBN 2016 adalah inflasi 4,7 persen (yoy), suku bunga SPN 3 bulan 5,5 persen, lifting minyak 830 ribu barel per hari, dan lifting gas 1.155 ribu barel setara minyak per hari.

Dengan asumsi tersebut, pemerintah dan Banggar memperkirakan konsumsi solar subsidi 16 juta kiloliter per hari, konsumsi minyak tanah 0,69 juta kiloliter per hari dan 6.602 juta kilogram LPG per hari.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan