Jakarta, Aktual.com — Kepala Biro Lemtala Srena Kepolisian RI (Polri) Brigjen Pol Gatot Eddy Pramono menegaskan bahwa Surat Edaran (SE) Kapolri tentang “Hate Speech” (Ujaran Kebencian) bukan kriminalisasi.

“Itu (SE Kapolri) bukan kriminalisasi, karena peraturan hukum yang dipakai bukan baru yakni KUHP dan UU ITE, namun ada petunjuk tentang ‘Hate Speech’ untuk aparat yang dikaitkan dengan KUHP dan UU ITE,” katanya di Surabaya, Rabu (4/11).

Ia menjelaskan SE “Hate Speech” itu diperlukan karena tiga hal yakni perkembangan teknologi informasi, geografis, dan pengetahuan aparat kepolisian di lapangan.

“Bagaimanapun teknologi informasi itu membuat hasutan kebencian dan ajaran radikal yang ada di ruang publik sudah mengarah pada diskriminasi, kekerasan, dan konflik sosial, bahkan ISIS-Alqaeda mengajarkan kekerasan dengan menghalalkan segala cara. Misalnya, konflik agama di Cikeusik itu dipicu Facebook (teknologi informasi),” katanya.

Ia mengatakan kondisi geografis dan dinamika urbanisasi membuat polisi kalah gesit dengan pelaku kekerasan atas nama agama.

“Konflik masyarakat pribumi dan pendatang di Bali, konflik komunitas di NTB yang dikemas dengan kecelakaan tapi mengarah pada konflik SARA, dan konflik Syiah di Sampang itu dipicu kondisi geografis yang menyulitkan polisi bergerak cepat, apalagi bila pelaku bekerja menggunakan media sosial,” katanya.

Faktor yang juga tidak kalah penting adalah keterbatasan pengetahuan aparat kepolisian tentang “Hate Speech” sehingga polisi di lapangan menjadi ragu dan akhirnya tindakan “Hate Speech” tidak tertangani secara tepat.

“Karena itu, SE Kapolri menjadi pedoman penting bagi aparat,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby