Tiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono (kiri)-Sylviana Murni (kedua kiri), Basuki Tjahaja Purnama (ketiga kiri)-Djarot Saiful Hidayat (ketiga kanan), Anies Baswedan (kedua kanan)-Sandiaga Uno (kanan) mengikuti Debat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (27/1). Debat calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta kedua mengusung tema tentang reformasi birokrasi, pelayanan publik, serta strategi penataan kawasan perkotaan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./kye/17

Jakarta, Aktual.com – Debat ketiga Pilkada Jakarta benar-benar seperti final. Masing-masing pasangan calon memanfaatkan momentum debat terakhir sekuat-kuatnya. Tujuan untuk menyampaikan program kerja sehingga bisa dianggap unggul oleh masyarakat pemilih disampaikan dengan cara yang relatif keras dan saling menyerang antar pasangan calon.

Materi pertanyaan yang disampaikan ke pasangan calon lain adalah materi yang kira-kira jawabannya bisa diserang balik. Cara menyampaikan jawaban dan merespon juga didasarkan kepada isu yang selama ini menjadi perdebatan publik yaitu terkait karakter dan pengalaman yang dinilai secara kritis.

Demikian disampaikan Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, menanggapi debat kandidat calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta putaran terakhir, Jumat (10/2). Debat digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.

Menurutnya, hingga segmen terakhir semua paslon masih menggunakan kesempatan untuk mengunggulkan dirinya sekaligus menilai pasangan calon lain. Ketiganya memberikan pesan kepada masyarakat pemilih di akhir sessi secara komparatif.

“Proses debat yang seperti ini masih dalam taraf yang wajar. Justru dengan debat yang keras, masyarakat pemilih tidak hanya dapat menilai materi jawaban dan cara menyelesaikan persoalan Jakarta, tetapi juga dapat membandingkan bagaimana jawaban itu disampaikan,” katanya.

“Cara dialektis antar pasangan calon semakin memudahkan masyarakat pemilih Jakarta dalam membedakan ketiganya. Kerasnya perdebatan juga menyumbang emosi positif masyarakat pemilih,” sambungnya.

Setelah debat ketiga ini berlangsung, kata dia, masyarakat Jakarta tidak hanya sudah menentukan pilihan tetapi juga akan membuktikan pilihannya tersebut di hari pemungutan suara. Proses debat semakin meyakinkan pemilih untuk berpartisipasi di 15 Pebruari nanti.

Oleh karena itu, karena masyarakat pemilih Jakarta sudah menentukan pilihan, maka pasangan calon beserta tim kampanyenya tidak perlu lagi melakukan kampanye terselubung dimasa tenang. Ciptakan masa tenang benar-benar tenang, karena kalau berkampanye justru akan menghasilkan efek negatif.

Yang lebih penting dilakukan oleh pasangan calon di hari tenang adalah memastikan pengetahuan dan ketrampilan para saksi untuk mengawal suara dan menciptakan proses pemungutan suara secara jujur dan adil.

“Jangan sampai ada saksi dari pasangan calon yang justru tidak mengetahui bagaimana keadilan pemungutan suara diwujudkan,” pungkas Hafidz.

Artikel ini ditulis oleh: