Jakarta, Aktual.com — Pihak Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri belum dapat memastikan kapan pihaknya menjemput paksa Honggo Wendratmo, yang merupakan tersangka korupsi penjualan kondensat bagian negara. Dia saat ini berada di Singapura.

Bos PT Trans Pacific Pethrochemical Indotama itu, saat ini tengah menjalani perawatan medis lantaran menderita sakit jantung.

“Kalau memang masih sakit masa mau dipaksa, kan ini kan berkasnya bisa diajukan yang dua ini (tersangka RP-DH). (Honggo_red) sakit jantung,” ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Bambang Waskito di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/2).

Menurut dia, penyidik tidak harus selalu menyambangi Honggo di Singapura untuk menjalani pemeriksaan. Sebab, kata Bambang, untuk periksa bos TPPU itu juga bisa diwakilkan.

“Tidak harus kesana (Singapura). Bisa lewat siapa, lewat Akpol juga bisa. Ada dokter yang mengeluarkan bypas jantung,” ujar dia.

Meski begitu, pihaknya pun akan tetap bekerja untuk segera merampungkan berkas perkara milik dua tersangka lainnya yakni mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan Mantan Deputi Finansial Ekononi BP Migas, Djoko Harsono.

Berkas keduanya, lanjut Bambang, secepatnya akan dilimpahkan ke Kejaksaan untuk diteliti, apakah P21 (lengkap) atau masih ada kekurangan sehingga harus dilengkapi kembali. “Ya sesegra mungkin (diserahkan),” kata dia.

Sebelumnya, Bareskrim Mabes Polri sudah menahan dua tersangka kasus ini pasca melakukan pemeriksaan Kamis pekan lalu. Mereka adalah mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan Mantan Deputi Finansial Ekononi BP Migas, Djoko Harsono.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Agus Rianto mengatakan, saat ini posisi kasus P19 dimana berkas perkiraan kerugian negara (pkn) sudah dilengkapi untuk di kroscek oleh Kejaksaan Agung.

“TPPI sudah pernah dilimpahkan tetapi masih P19, sekarang dilengkapi PKNnya(perkiraan kerugian negara) mudah-mudahan segera kita limpahkan (p21). Informasi dari penyidik secepatnya dilimpahkan,” jelas Agus.

Sekedar informasi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengeluarkan hasil audit PKN akibat kasus ini. Nilainya Rp 35 triliun jika dikonversikan dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar saat ini.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu