Jakarta, Aktual.com — Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengakui jika dirinya yang menandatangani Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2014, tentang APBD-Perubahan. Penandatanganan itu dilakukan pada 7 November 2014.
Pengakuan itu dia lontarkan saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan 25 unit Uninterruptible Power Supply (UPS) untuk Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, dengan terdakwa Alex Usman, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/2).
Namun menariknya, Ahok sempat berkilah bahwa bukan dia yang menandatangani Perda tersebut. Mantan Bupati Belitung Timur itu justru mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo yang menandatangani Perda tentang APBD-Perubahan.
“Setahu saya bukan saya, tetapi pak Jokowi sebagai Gubernur,” kata Ahok, di depan Majelis Hakim.
Kendati demikian, kuasa hukum Alex, Radhie Noviandi Yusuf selaku pihak yang mengkonfirmasi terkait Perda itu, seraya tidak puas dengan jawaban Ahok.
“Kami punya bukti berbeda, yang tandatangan Perda ini adalah saudara saksi,” tutur Radhie.
Lantas, Ahok pun meralat kesaksiannya itu. Barulah dia mengaku bahwa Perda itu ditandatangani olehnya.
“Saya koreksi, benar itu saya (yang tandatangan), maaf saya lupa,” terang Ahok.
Meski begitu, Ahok lagi-lagi berdalih bahwa dirinya memang tidak mengecek secara detil isi Perda tersebut. “Langsung disposisi ke TAPD untuk tindak lanjut, enggak baca penuh isinya,” kilah dia.
Konfirmasi terkait penandatanganan Perda Nomor 19 Tahun 2014 memang penting bagi Alex. Pasalnya, dalam peraturan itulah pengadaan UPS tertuang. Dan dengan ditandatanganinya Perda itu, maka, secara otomatis Ahok menyetujuinya.
Sekedar informasi, dalam APBD-Perubahan DKI 2014, tertuang anggaran untuk pengadaan 25 unit UPS untuk Sudin Pendidikan Menengah Jakarta Barat sebesar Rp 150 miliar.
Diketahui, Alex selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan UPS itu didakwa oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menggelembungan harga dalam pengadaan tersebut.
Dia juga didakwa melakukan penunjukkan langsung dalam proses lelangnya, sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 81.433.496.225.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby