Menteri ESDM Archandra Tahar (kiri) berbincang dengan Dirut PLN Sofyan Basir (kanan) sesaat sebelum memulai Rapat Koordinasi (Rakor) bersama sejumlah pejabat PLN di Kantor PLN Pusat, Jakarta, Sabtu (6/8). Rakor tersebut membahas mengenai perkembangan pembangunan pembangkit dan jaringan transmisi 35.000 MW serta program energi baru terbarukan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Konsorsium yang terdiri dari PT Pertamina (Persero), Marubeni Corporation, dan Sojitz Corporation akhirnya sepakat melakukan penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA) dengan PT PLN (Persero) atas proyek PLTGU Jawa 1 berkapasitas 1.760 MW dengan nilai investasi sebesar USD1,8 miliar.

Penandatanganan tersebut dilakukan antara konsorsium IPP, yang direpresentasikan oleh Ketua Konsorsium sekaligus Direktur Utama PT Jawa Satu Power Ginanjar dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir serta dihadiri Dirut Pertamina Dwi Sutjipto.

“Kami sangat mengapresiasi kerjasama yang erat dan sangat baik dari seluruh mitra konsorsium. Selanjutnya, kerja sama yang tidak kalah erat diperlukan untuk dapat mewujudkan proyek ini dengan tepat waktu dan tepat biaya,” kata Dwi Sutjipto melalui siaran pers, Selasa (31/1).

Untuk diketahui proyek ini telah menimbulkan kegaduhan di permukaan publik. Kronologisnya, panitia seleksi dari PLN membuka tender PLTGU Jawa I dimulai pada Juli 2016 lalu dan diikuti oleh 4 peserta. Dari perserta tersebut, konsorsium Pertamina-Marubeni Corporation-Sojitz telah diumumkan sebagai pemenang tender pada 31 Oktober 2016.

Power Purchase Agreement (PPA) alias kontrak jual-beli listrik harusnya ditandatangani dalam waktu 45 hari setelah LoI. Tetapi kemudian terdapat beberapa permasalahan yang membuat penandatanganan PPA tak bisa dilaksanakan pada 13 Desember 2016.

Adapun diantara permasalahan yang disengketakan yaitu terkait Availability Factor. Pihak PLN mengklaim menentukan sebesar 60 persen.

Artinya, PLN diwajibkan membeli paling sedikit 60 persen dari listrik yang dihasilkan PLTGU Jawa I. PLN terkena sanksi Take Or Pay apabila hanya mampu menyerap listrik PLTGU Jawa 1 kurang dari 60 persen.

Namun berbeda dengan pandangan konsorsium. Konsorsium merasa dalam dokumen perjanjian dikatakan PLN harus menyerap minimal 85 persen listrik dari PLTGU Jawa I, Take Or Pay dikenakan apabila listrik yang terserap di bawah 85 persen

Selain itu, terdapat juga permasalahan bankability terkait dengan LNG Sales Purchase Agreement (SPA), alias kontrak jual-beli gas untuk bahan bakar PLTGU Jawa I.

Konsorsium menyatakan, pihak bank pemberi kredit (lender) mengharuskan adanya LNG SPA untuk pasokan ke PLTGU Jawa I. Kalau LNG SPA tidak ada, lender tak akan mau memberikan pendanaan.

Pasokan LNG untuk PLTGU Jawa I adalah tanggung jawab PLN. Namun PLN menginginkan setelah PPA.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan