Jakarta, Aktual.com — Kasus pencucian uang mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin, sudah bertahun-tahun ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, hingga kini belum jelas bagaimana perkembangan kasus tersebut.

KPK resmi menetapkan status tersangka kepada Nazaruddin dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang terkait pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia, pada 13 Februari 2012 silam.

Nazaruddin diduga melakukan pencucian uang karena membeli saham PT Garuda Indonesia, dengan menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT Duta Graha Indah (PT DGI), sebagai pelaksana proyek wisma atlet SEA Games 2011.

Indikasi adanya pencucian uang oleh Nazaruddin ini, terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap wisma atlet. Mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup, Yulianis saat bersaksi dalam persidangan Nazaruddin mengungkapkan, bahwa pada 2010 Permai Grup, perusahaan Nazaruddin memborong saham milik PT Garuda Indonesia senilai total Rp 300,8 miliar pada 2010.

Pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan oleh lima perusahaan yang merupakan anak perusahaan Permai Grup. Kelima perusahaan itu di antaranya, PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawala Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan.

Khusus untuk PT Exartech, Nazaruddin menggunakan perusahaan itu untuk meraup keuntungan dalam proyek pengadaan fasilitas, riset terpadu dan alih teknologi produksi vaksin flu burung untuk manusia di Kementerian Kesahatan (Kemenkes) tahun anggaran 2008-2010.

Dalam proyek pendirian pabrik vaksin, PT Exartech berhasil memenangkan lelang pengerjaan pembangunan sarana prasarana system connecting fasilitas produksi dan chicken breeding dengan nilai proyek sebesar Rp.196.541.029.300.

KPK pun sudah menyita berbagai aset milik Nazaruddin, yang diduga merupakan hasil pencucian uang. Wakil Ketua KPK non-aktif, Bambang Widjojanto pada 16 Juni 2013 silam, secara percaya diri mengatakan, jika pihaknya telah menyita seluruh aset milik Nazaruddin.

Sedikitnya sudah hampir Rp 400 miliar, aset milik Nazar yang disita KPK, yang di antaranya yakni saham PT Garuda senilai Rp 300 miliar dan kebun kelapa sawit di Riau senilai Rp 90 miliar.

Berbagai kalangan menyebut, salah satunya kolega Nazaruddin sewaktu sama-sama di Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika, suami Neneng Sri Wahyuni itu terlalu ‘sakti’ untuk KPK. Entah sakti, lantaran KPK tidak bisa menyentuh seluruh asetnya, atau sakti karena KPK sudah ‘masuk angin’.

Ketika dikonfirmasi mengenai penanagan kasus Nazaruddin Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan KPK saat ini, Indriyanto Seno Adji pun tidak bisa berkata banyak.

“Masih proses mas,” ujar Indriyanto kepada Aktual.com, hari ini, Jumat (18/9). Pakar hukum pidana Universitas Indonesia itu pun seraya tak mau berkomentar, saat ditanya apa kesulitan penyidik hingga membuat penanganan kasus ini begitu lama. Hingga berita ini diturunkan, Indriyanto belum menjawab pertanyaan Aktual.com.

Atas dugaan pencucian uang itu, Nazaruddin dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 4 juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian uang.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby