Jakarta, Aktual.com – Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mendorong perundingan dari Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa (IEU CEPA) dapat lebih seimbang untuk kedua pihak, di mana negosiasi ini memasuki putaran ketiga di Brussel pada September 2017.
“Kami berharap peraturan-peraturan tersebut dapat menghasilkan keuntungan ekonomis yang terukur, seperti akses pasar yang lebih luas sebagai insentif bagi pihak yang dapat memenuhi kriteria sustainability,” tutur Airlangga melalui keterangannya di Jakarta, Jumat (13/10).
Airlangga menyampaikan hal itu usai bertemu dengan European Commissioner for Internal Market, Industry, Entrepreneurship, and SMEs Elzbieta Bienkowska bersama delegasinya di Jakarta.
Airlangga mengatakan, diperlukan peraturan yang lebih seimbang pada tiga elemen utama di Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa, yaitu akses pasar, fasilitasi perdagangan dan investasi, serta kerja sama ekonomi dan peningkatan kapasitas.
“Kami percaya bahwa Indonesia dan Uni Eropa merupakan mitra strategis dalam upaya pembangunan ekonomi,” ujarnya.
Airlangga pun memberikan apresiasi terhadap kunjungan Tim Komite Perdagangan Internasional (INTA) parlemen Uni Eropa ke Indonesia pada Mei 2017.
Delegasi ini melakukan diskusi dengan koperasi petani kelapa sawit di Riau sekaligus mendengar secara langsung mengenai upaya kerja sama swasta dengan petani kecil dalam pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan.
“Kami mengapresiasi pendekatan yang lebih berimbang, bahwa the Commission sudah memberikan respons kepada Resolusi European Parliament pada Palm Oil and Deforestation of Rainforests,” ungkap Airlangga.
Airlangga juga berharap pertemuan yang konstruktif antara Indonesia dan Uni Eropa dalam diskusi dan kerja sama terkait kelapa sawit, termasuk skema sertifikasi pembangunan berkelanjutan seperti ISPO.
Kerja sama IKM Airlangga Hartarto juga membuka peluang kerja sama di sektor Industri Kecil Menengah (IKM) antara Indonesia dengan Uni Eropa.
Langkah ini diyakini dapat memberikan keuntungan mutual untuk pengembangan IKM di kedua belah pihak, terlebih IKM merupakan salah satu pendorong penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Kontribusinya terhadap pertumbuhan sektor industri nonmigas mencapai 34,82 persen pada 2016, dengan jumlah sebanyak 3,6 juta unit usaha menjadi sektor mayoritas atau 90 persen dari total populasi industri nasional,” kata Airlangga.
Bahkan, lanjutnya, hingga saat ini, IKM telah menyerap tenaga kerja sebanyak 8,7 juta orang sehingga mampu mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.
Mantan anggota DPR RI itu menjelaskan, pihaknya tengah mengembangkan program e-Smart IKM yang menyediakan profil IKM, produk dan marketplace secara digital.
Pelaksanaan program ini untuk memastikan konsumen mendapatkan produk berkualitas tinggi dengan cara tercepat dan termudah.
“Kami ingin Indonesia dapat membangun kerja sama dengan Uni Eropa untuk membangun sistem ini. Secara khusus, IKM Indonesia dan Uni Eropa bisa bekerja sama dalam suatu sistem besar,” jelasnya. Oleh karena itu, Indonesia dan Uni Eropa dapat mendorong harmonisasi standar terutama di sektor IKM.
Di bidang investasi nonmigas, Uni Eropa menjadi penanam modal terbesar ke-4 di Indonesia setelah Singapura, Jepang, dan Tiongkok pada tahun 2016, dengan nilai investasi mencapai 2,6 miliar dollar AS atau naik dibanding tahun sebelumnya sebesar 2,26 miliar dollar AS.
Investor dari negara-negara Uni Eropa di Indonesia didominasi, antara lain Belanda, Inggris, dan Perancis dengan tujuan utama investasi ke provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Nusa Tenggara Barat.
Pada pertemuan tersebut, Menperin didampingi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara serta Direktur Akses Pasar Industri Internasional Kemenperin A Riyanto. Turut pula hadir Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan