Jakarta, Aktual.co — Dalam pertemuan bilateral yang diadakan antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Thailand Prayut Chan O Cha, pemerintah Indonesia dan Thailand membahas upaya bersama untuk mencegah dan memberantas pencurian dan perdagangan ikan secara ilegal, yang merugikan kedua negara.
“Topik utama (pertemuan-red) RI-Thailand kerja sama untuk memberantas ‘illegal fishing’,” kata Sekretaris Kabibet Andi Widjajanto di Jakarta, Kamis (23/4)
Mendampingi Presiden Joko Widodo dalam pertemuan itu antara lain adalah Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menko Maritim Indroyono Soesilo dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Pada pertemuan bilateral tersebut, Thailand mengungkapkan komitmen mereka untuk menyelesaikan persoalan pencurian ikan yang dilakukan kapal- kapal ilegal dari negara tersebut yang dilakukan di Indonesia.
“Mereka mengatakan akan menyelesaikan persoalan-persoalan illegal fishing dan menghukum perusahaan-perusahaa mereka yang tidak benar,” kata Menteri Susi usai menghadiri pertemuan bilateral tersebut, di Jakarta Convention Center, Kamis (23/4).
“Mereka mengakui banyak hal yang tidak betul,” tambah Susi. Namun, lanjutnya, pada pertemuan tersebut belum ada komitmen secara tertulis.
Sebelumnya pada Pertemuan Maritim Asia Afrika dalam rangkaian KTT Asia Afrika, Senin (21/4), Thailand berkomitmen untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam menangani pencurian ikan. Thailand akan memperketat pemantauan dan memasang 7.000 sistem perangkat pelacak di kapal mereka sehingga bisa memantau pergerakan kapal.
Indonesia menggelar Pertemuan Maritim dengan negara-negara Small Island Developing States (SIDS), anggota Indian Ocean Rim Association (IORA), Negara-Negara Kepulauan, dan negara yang memiliki laut (Archipelagic and Oceanic Countries) untuk memobilisasi dukungan memperjuangkan sektor kemaritiman menjelang Sidang Umum PBB, September 2015 mendatang di New York.
Sektor maritim terkait laut, kelautan dan sumber daya kelautan (Goal 14) dari dokumen Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 (SDG Post-2015) diharapkan dapat disetujui negara-negara anggota PBB pada Sidang Umum PBB, September 2015 mendatang di New York.
Artikel ini ditulis oleh:

















