Jakarta, Aktual.com – Berdiskusi dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih Sylvester Matutina mengusulkan agar Pembuatan Masker tidak perlu harus mendapat izin sertifikasi SNI.

“Usulan Kementrian Perindustrian agar Pembuatan Masker harus mendapat sertifikasi SNI itu sangat bagus untuk terjaganya mutu barang apalagi untuk barang yang berhubungan dengan kesehatan,” katanya kepada wartawan ditulis Ahad (4/10).

“Tapi disaat situasi pandemi dan rakyat susah mencari uang ini rasanya kurang tepat kalo harus semua industri rumah tangga dan pabrikan kecil yang dibuat ibu ibu rumah tangga dan masyarakat perorangan korban PHK karena Pandemi Covid 19 harus mengurus ijin SNI terlebih dahulu baru bisa berproduksi dan menjual” tambahnya.

Seperti diketahui bahwa Kemenperin telah menyusun SNI untuk Masker Kain yang telah mendapatkan penetapan Badan Standardisasi Nasional(BSN) sebagai SNI 8914:2020 Tekstil-Masker dari Kain melalui keputusan Kepala BSN Nomor No 408/KEP/BSN/9/2020 pada pertengahan September 2020.

Sylvester Matutina juga mengatakan bahwa untuk proses pengurusan ijin SNI yang memakan waktu dan berbelit belit serta memakan biaya akan membuat kesulitan bagi para pembuat masker dan akan menambah ongkos produksi hingga harga akan mahal otomatis penjualan akan berkurang.

“Sebenarnya untuk situasi sulit seperti saat ini Kementrian dan pihak pihak terkait cukup memberikan standar masker yang baik yang dapat mencegah penularan Covid 19 tidak perlu diwajibkan dulu untuk mendapatkan Sertifikat SNI,” ujarnya.

Tak hanya itu Sylvester Matutina juga mengutarakan bila perlu harusnya Industri rumah tangga dan perorangan didampingi dan di bina untuk permodalan dan pemasaran.Bukan malah dipersulit untuk mengurus ijin Sertifikasi SNI dulu.Bisa gulung tikar nantinya semua.

“Bahkan kewajiban SNI ini akan jadi permainan oknum oknum tertentu untuk mensweeping dan meminta imbalan apabila industri kecil dan rumah tangga kita belum mempunyai SNI,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid