Jakarta, Aktual.com – Bekas Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, baru bersedia memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada Rabu (9/1).
“Pagi ini sekitar pukul 10.00 WIB, saudara Ahmad Heryawan (Aher), mantan gubernur Jawa Barat menghubungi KPK melalui ‘Call Center’ 198. Setelah kami sambungkan ke penyidik terkait, saksi menyampaikan kesediaan hadir mengikuti pemeriksaan besok,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Selasa (8/1).
Aher seharusnya menjadi saksi pada Senin (7/1) untuk tersangka Neneng Hassanah Yasin, namun Aher tidak datang dan tidak memberikan pemberitahuan mengenai ketidakhadirannya itu.
Aher memilih untuk menghubungi “Call Center” KPK karena ingin memastikan surat panggilan yang ditujukan kepadanya.
“Kami hargai hal tersebut karena pada dasarnya memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi adalah kewajiban hukum. Kepada pihak-pihak lain, juga dapat mengkonfirmasi informasi terkait KPK melalui Call Center 198,” tambah Febri.
Dalam penyidikan kasus tersebut, KPK terus mendalami sejumlah penyimpangan perizinan yang diduga terjadi sejak awal dan keterkaitannya dengan dugaan suap yang diberikan pada Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin dan juga pendalaman sumber uang suap tersebut pada sejumlah pejabat dan pegawai Lippo Group.
KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus itu, yaitu lain Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).
Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen fee fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.
KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.
Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin