Agus Martowardojo. (ilustrasi/aktual.com)
Agus Martowardojo. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo meminta penyidik untuk mengagendakan pemeriksaannya pada Selasa (1/11). Penyidik lembaga antirasuah pun memenuhi permintaan yang bersangkutan.

“Memang waktu itu kan minta jadwal ulang pada 1 November 2016. Jadi besok akan dijadwalkan pemeriksaannya,” kata Kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati di kantornya, Jakarta, Senin (31/10).

Agus akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) yang dikerjakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) medio 2011-2012.

Kata Yuyuk, secara garis besar penyidik akan melanyangkan pertanyaan seputar proses pendanaan proyek e-KTP. Sebab, ketika proses penganggaran itu, Agus menjabat sebagai Menteri Keuangan (Menkeu).

“Akan ditanya soal anggaran, kemudian mekanisme dan prosedur anggaran mengenai proyek e-KTP. Kemudian bagaimana pembahasan anggaran dengan Kemendagri,” ucap Yuyuk menjelaskan.

Pembahasan proyek e-KTP mulai bergulir pada 2009 silam. Awal pembahasan, posis Menkeu masih dijabat oleh Sri Mulyani. Namun, tepat pada 5 Mei 2010, Sri Mulyani ditunjuk menjadi salah satu Direktur Pelaksana Bank Dunia. Mulai saat itulah kursi Menkeu dilimpahkan ke Agus.

Menurut Mendagri kala itu, Gamawan Fauzi, saat menjabat sebagai Menkeu, Sri Mulyani menolak proyek e-KTP. Tapi setelah Menkeu jatuh ke tangan Agus, proyek tersebut akhirnya disetujui.

Dalam proyek e-KTP sendiri, penyidik KPK sudah menetapkan dua pejabat Kemedagri sebagai tersangka. Orang pertama yang ditetapkan ialah Sugiharto, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP.

Baru-baru ini penyidik KPK kembali menjerat salah satu pejabat Kemendagri, yakni Irman, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek e-KTP.

Sugiharto dan Irman diduga ‘bermain mata’ denga pihak perusahaan pelaksana untuk menggelembukan beberapa harga pengadaan dalam proyek e-KTP. Dugaan mark up ini diprediksi menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp2 triliun.

Atas dugaan tersebut, keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang diperbaharui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby