Jakarta, Aktual.com — Delapan korporasi BUMN dan tiga bank BUMN mendukung penggunaan transaksi lindung nilai (hedging), melalui penandatanganan fasilitas lindung nilai atau FX line, pada hari ini, Rabu (25/5) di Jakarta. Penandatanganan dilakukan di Bank Indonesia, dan disaksikan oleh Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo.
Menurut Agus, penandatanganan ini merupakan langkah yang sangat positif bagi peningkatan kesadaran dunia usaha dalam melakukan hedging. Pelaksanaan hedging tersebut dapat meningkatkan daya tahan perusahaan BUMN terhadap gejolak yang mungkin terjadi di pasar keuangan.
Penandatanganan FX line ini merupakan kelanjutan dari rangkaian program hedging BUMN yang telah dilaksanakan sejak tahun 2014 lalu. Kali ini, dilakukan penandatanganan FX Line senilai total USD1,92 miliar, yaitu dengan Bank BRI sebesar USD750 juta, Bank BNI sebesar USD619 juta, dan Bank Mandiri sebesar USD555 juta.
Korporasi BUMN yang berpartisipasi adalah Pupuk Indonesia, Perusahaan Gas Negara, Badan Urusan Logistik, Pelindo II, Pelindo III, Perum Peruri, Aneka Tambang dan Semen Baturaja. Sebelumnya, kontrak hedging telah dilakukan pula oleh PLN dan Pertamina.
Dalam lima tahun terakhir, jumlah transaksi lindung nilai terus mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari peningkatan porsi transaksi derivatif di pasar valas domestik dibandingkan total transaksi valas yang mencapai 40% pada tahun 2016, dibandingkan 35% di tahun 2015.
Dalam kaitan ini, Gubernur Bank Indonesa menjelaskan, “BI juga terus mendorong agar sektor perbankan meningkatkan pengembangan produk derivatif untuk tujuan lindung nilai. Peningkatan lindung nilai ini pada akhirnya dapat mendukung stabilitas makroekonomi dan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.”
Penandatanganan fasilitas hedging ini diharapkan dapat memicu pelaksanaan transaksi lindung nilai oleh korporasi lainnya, baik itu di lingkungan korporasi BUMN maupun korporasi swasta secara umum. Peran perbankan pun diharapkan semakin meningkat dalam mendorong pendalaman pasar derivatif.
Segala upaya tersebut pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan ketahanan pasar keuangan dan perekonomian nasional terhadap gejolak nilai tukar, serta membantu pencapaian stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan nasional.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan