Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia mencatat arus modal asing yang masuk ke pasar finansial dalam negeri (capital inflow) sejak Januari hingga awal April 2017 mencapai Rp79,1 triliun sehingga menunjukkan keyakinan investor asing terhadap Indonesia terus meningkat.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara di Jakarta, Jumat (7/4), mengatakan di antara negara-negara dengan ekonomi bertumbuh (emerging markets), stabilitas ekonomi Indonesia sangat terjaga sehingga mampu menarik modal asing.
“Indonesia sejauh ini baik, seperti misalnya indikator Indeks Harga Konsumen, karena panen, kemarin terjadi deflasi untuk bahan pangan pada Maret 2017. Cadangan devisa juga meningkat,” ujar dia.
Di beberapa “emerging markets” lain, seperti Afrika Selatan, Mirza mengatakan, justru terjadi tekanan dan arus dana keluar. Hal itu menyusul pergantian Menteri Keuangan Afrika Selatan yang dilakukan secara mendadak.
“Pasar kaget, jadi ada ‘outflow’ di Afrika Selatan,” kata Mirza.
Tekanan pasar keuangan juga dialami oleh “emerging markets” lainnya seperti Turki dan Meksiko. Bank Sentral Meksiko sudah menaikkan suku bunga acuannya untuk mencegah arus dana keluar dan mengendalikan inflasi. Tekanan pasar keuangan di Meksiko terjadi sejak terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
“Begitu juga Turki yang masih mengalami tekanan,” ujar Mirza.
Untuk Indonesia, keadaan justeru sebaliknya. Modal asing masuk cukup deras, terutama untuk surat berharga negara (SBN) yang sudah meraup Rp 62,1 triliun.
Kemudian, modal asing masuk ke pasar saham sebesar Rp 9,7 triliun, ke instrumen BI baik sertifikat BI (SBI) maupun sertifikat deposit BI (SDBO) Rp 5,7 triliun, dan obligasi korporasi sebesar Rp 1,5 triliun.
Jika dibandingkan dengan April 2016, atau periode sama tahun lalu, dana asing ke SBN naik Rp8,7 triliun, pasar saham naik Rp5 triliun, dan instrumen BI naik Rp3,4 triliun.
Lebih tingginya capital inflow tersebut juga tercermin dari nilai tukar rupiah yang cenderung stabil di kisaran Rp 13.300 per dollar AS merujuk pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR).
“Sekarang kita tinggal cermati pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Begitu juga dengan pertumbuhan kredit secara tahun berjalan (year to date/YTD) yang masih minus 0,7 persen,” kata Mirza.
ANT
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan