Jakarta, Aktual.com — Indonesia, khususnya Jawa Timur, memiliki potensi besar bagi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Sebab, 96,76% penduduk Jatim, atau 36,65 juta jiwa, adalah pemeluk Islam.
Tetapi, ekonomi dan keuangan syariah dapat menjadi solusi bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat Indonesia, dengan catatan harus ada sinergi antara pemerintah pusat dengan daerah, termasuk Bank Indonesia sebagai bank sentral.
Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan koordinasi antar pemerintah dan lembaga menjadi peran yang penting.
“Kalau tidak ada koordinasi yang bagus, ya percuma saja. Semua akan sia-sia. Dengan demikian maka perlu pengembangan model-model pembiayaan syariah yang dapat diimplementasikan di pasar keuangan,” ujar Perry dalam seminar bertajuk “Kebijakan Strategis Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Dalam Akselerasi Ekonomi Syariah”, di Surabaya (27/10).
Perry menambahkan bahwa sinergi kebijakan dan pengaturan dari sisi makro dan mikro sangat penting dalam mendukung perkembangan pasar keuangan syariah. Dan seluruhnya harus didukung oleh sumber daya manusia yang memadai.
“Untuk saat ini Indonesia memiliki potensi yang besar untuk tumbuh dan berkembang. Tetapi penetrasi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia saat ini masih tergolong rendah. Makanya perlu SDM yang bagus dengan caraa pola-pola sinergis antara pusat dan daerah,” lanjutnya.
Untuk saat ini pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia hanya sebesar 4,61%. Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, sektor keuangan syariah juga belum optimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan dua sektor utama industri keuangan syariah yaitu pasar modal meningkat dari -1,57% menjadi 3,09%, sementara perbankan menurun dari 13% menjadi hanya 9%.
Sejalan dengan perlambatan ekonomi tersebut, pertumbuhan aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan pembiayaan perbankan syariah pada Semester I 2015, juga belum optimal, masing-masing sebesar 9%, 7,29%, dan 6,66%.
“Sementara pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan pada Semester II 2014 masing-masing sebesar 13%, 11,41% dan 8,76%,” jelas Perry.
Di Jawa Timur, aset perbankan syariah pada Semester I 2015 adalah sebesar 11,56%, dibandingkan 15,65% pada Semester II 2014.
Sejalan dengan itu, pertumbuhan pembiayaan Semester I 2015 pun mengalami penurunan, yaitu menjadi 29,01%, setelah sebelumnya mencapai 86,23% pada Semester II 2014.
Sementara pertumbuhan DPK Semester I 2015 menjadi 11,49%, dari 18,92% pada Semester II 2014. Pertumbuhan DPK perbankan syariah ini masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan perbankan konvensional, meski memang keduanya cenderung mengalami penurunan.
Berdasarkan berbagai indikator tersebut, tampak bahwa masih banyak tantangan bagi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka