Jakarta, Aktual.com — Kasus pembobolan dana perbankan melalui layanan BI-FAST dengan nilai kerugian diperkirakan mencapai Rp200 miliar menjadi sorotan serius DPR RI. Anggota Komisi XI DPR RI, Amin Ak, meminta penguatan perlindungan dana dan data pribadi nasabah menyusul terungkapnya praktik penipuan yang memanfaatkan sistem pembayaran real-time tersebut.

Kasus ini diduga melibatkan jaringan kriminal terorganisasi dan berujung pada praktik pencucian uang melalui aset kripto. Menurut anggota frkasi PKS, peristiwa tersebut menjadi sinyal kuat bahwa percepatan digitalisasi sektor keuangan harus dibarengi sistem pengamanan yang adaptif dan memadai.

“Transformasi digital memang memudahkan transaksi, tetapi negara wajib memastikan sistem itu tidak disalahgunakan. Masyarakat harus merasa aman menyimpan uang dan data pribadinya di bank,” ujar Amin, Kamis (18/12/2025).

Ia menjelaskan, kejahatan yang memanfaatkan BI-FAST kini tidak lagi bersifat insidental, melainkan terstruktur dan sistematis. Modus yang digunakan umumnya diawali dengan penipuan digital terhadap korban, lalu dana dipindahkan secara cepat ke sejumlah rekening penampung melalui BI-FAST sebelum akhirnya dikonversi ke aset kripto untuk menyamarkan jejak transaksi.

Karakter BI-FAST yang beroperasi secara real-time selama 24 jam dinilai menjadi tantangan tersendiri bagi pengawasan. Menurut Amin, tanpa sistem pemantauan berbasis risiko dan respons cepat, dana korban dapat berpindah lintas bank dalam hitungan menit sehingga menyulitkan upaya pemblokiran.

“Ketika transaksi bisa dilakukan 24 jam, sementara pengawasan masih konvensional, celah kejahatan terbuka lebar. Ini yang harus segera dibenahi,” tegasnya.

Amin menekankan bahwa perlindungan nasabah harus menjadi prioritas utama dalam pengembangan sistem pembayaran nasional. Ia mendorong regulator dan industri perbankan memperkuat mekanisme deteksi dini transaksi mencurigakan serta pengamanan berlapis.

Selain itu, ia menilai kolaborasi antara Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta penyelenggara aset kripto menjadi krusial untuk menutup celah pencucian uang lintas sektor.

“Tidak cukup hanya mengejar kecepatan transaksi. Sistem keuangan harus dirancang agar benar-benar melindungi masyarakat dari kejahatan digital yang semakin kompleks,” katanya.

Ia juga meminta penegakan hukum dilakukan secara tegas terhadap pelaku agar kepercayaan publik terhadap sistem perbankan dan keuangan nasional tetap terjaga.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi