Jakarta, Aktual.com — Bank Indonesia (BI) menilai bahwa salah satu faktor penyebab melemahnya perekonomian dan juga merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar diakibatkan oleh adanya ketidakpastian kenaikan suku bunga The Federal Reserve AS yang turut memberikan sentimen kepada investor untuk mengambil ancang-ancang memindahkan uangnya ke negeri Paman Sam.
“Emerging market seperti Indonesia, Korea, dan Thailand sangat terimbas. Investor dunia mulai pindahkan modalnya ke AS,” kata Plt Kepala Group Pengelolaan Relasi BI, Arbonas Hutabarat dalam Journalist Training di Bandung, Sabtu (5/9).
Ia menambahkan, suku bunga The Fed sejak 2008 terus berada pada angka 0,25 persen. Hal tersebut dipertahankan guna menstimulus pertumbuhannya yang sempat jatuh di era 2002-2006 agar bangkit kembali.
“Itu mendorong konsumsi permintaan domestik naik. Sekarang ini beberapa indikator terutama inflasi mengarah ke perbaikan ekonomi AS. Kalau inflasinya naik, bank sentral memiliki room menaikkan suku bunga,” tambahnya.
Sementara itu, sambungnya, The Fed sendiri sudah mengumumkan akan menghentikan kebijakan Quantitative Easing (QE) dan hendak menaikkan suku bunganya sejak Mei 2013. Namun pada kenyataannya, hingga saat ini suku bunga tidak kunjung dinaikkan dan cenderung lebih memberikan ketidakpastian.
“Dari dulu sejak hari ini ada ketidakpastian. Kalau naik dari 0,25 saja, katakan 1 Desember nanti naik 0,50 persen, itu akan menggiring seluruh likuiditas di emerging market melirik AS dan memindahkan dana mereka ke save heaven currency. Dia menjadi save heaven karena negara panutan,” terangnya.
Untuk itu, Arbonas menyampaikan bahwa pihaknya berharap pihak The Fed dapat segera menetapkan angka suku bunganya guna memberikan kepastian terhadap pasar.
“Kami di BI melihat The Fed lebih cepat diumumkan akan lebih baik karena kita ini sedang menunggu di tengah ketidakpastian,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka