Jakarta, Aktual.co — Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo meminta investasi asing langsung (FDI) diarahkan ke industri penunjang, sehingga defisit pada neraca transaksi berjalan dapat terkompensasi dengan pembiayaan sektor produktif, selain besaran defisit yang terkendali di 2,5-3 persen.
“Dan kalau seandainya impor meningkat (karena laju investasi), impor itu tujuannya untuk (industri) antara. Dan artinya rasio defisit tetap di 2,5 persen hingga 3 persen, namun kontennya untuk yang produktif, bukan untuk yang konsumtif,” kata Agus di Bangka Belitung, Kamis (27/11).
Dirinya merasa tidak terlalu khawatir dengan strategi pemerintah yang begitu mengandalkan investasi, untuk menopang pertumbuhan ekonomi 5,8 persen sesuai target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015.
Dengan upaya pemerintah menggenjot investasi, Agus mengakui laju impor juga dapat ikut naik karena kinerja industri dalam negeri akan semakin menggeliat, sehingga akan mendongkrak impor barang modal dan bahan baku.
Keterbatasan bahan baku itu karena belum berkembangnya industri penunjang, yang memikiki kapasitas untuk mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
“Tapi sebenarnya yang lebih utama itu, impornya jangan sesuatu yang dikonsumsi. Tidak apa-apa itu impornya agak tinggi, tapi harus produktif,” ujar dia.
Jika aliran investasi diarahkan untuk mengembangkan industri antara ataupun industri penunjang, diharapkan ketergantungan terhadap bahan baku, bahan penolong impor dapat ditekan, sehingga akan memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan.
Salah satu sektor industri yang sangat diandalkan pemerintah adalah industri manufaktur dan juga otomotif yang, diharapkan dapat memelihara surplus neraca perdagangan.
Agus menekankan bahwa Bank Sentral tidak muluk-muluk menginginkan neraca transaksi berjalan dapat positif, namun pihaknya lebih mengarahkan ke kisaran ideal 2,5-3 persen. Dia meyakini, dengan langkah pemerintah yang telah mengalihkan subsidi Bahan Bakar Minyak, laju defisit transaksi berjalan dapat sesuai target.
“Dan sejak beberapa tahun ke belakang defisit transaksi berjalan kita itu terus tertekan impor BBM yang sangat besar. Dan impor BBM ini adalah untuk subsidi yang konsumtif. Tidak baik itu,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka
















