Jakarta, Aktual.com — Pengendalian inflasi yang dilakukan oleh pihak Bank Indonesia (BI) dirasa masih akan berat ke depannya. Pasalnya, masih banyak tantangan yang wajib dihadapai tidak hanya oleh BI sendiri, melainkan oleh pemerintah juga. Antara lain terkait dengan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) yang harus dilakukan oleh pemerintah.
“Jadi tantangan ke depan masih sangat berat. Selain soal harga BBM juga terkait dengan harga volatile food (pangan yang bergejolak),” ungkap Gubernur BI, Agus Martowardojo di kantornya, Jakarta, Senin (25/4).
Menurut dia, dalam upaya pengendalian inflasi ke depan bukan sesuatu yang ringan. Untuk itu, BI berharap ada koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah agar laju inflasi dapat dikendalikan.
Meski begitu, kata dia, saat ini BI tengah mewaspadai potensi peningkatan inflasi dari komoditas pangan, terutama beras, cabai merah, bawang merah, bawang putih, daging ayam dan sapi.
“Secara umum, komoditas volatile food menjadi penyebab utama inflasi. Apalagi menjelang bulan puasa ini,” tegas dia.
Namun demikian, lanjutnya, BI cukup optimistis terhadap komponen harga ditentukan pemerintah atau administered price yang sudah terkendali.
“Tapi memang selama ini, sumber inflasi dari administered price, terkait harga BBM itu,” tandas Agus.
Agus kembali menegaskan, kontribusi besar komoditas-komoditas administered price selain BBM, terutama komoditas pangan seperti bawang merah terhadap inflasi Maret 2016 ternyata tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya intensitas curah hujan dan berakhirnya masa panen.
“Yakni inflasi bawang merah pada Maret 2016 itu mencapai 30,86 persen,” sebut Agus.
Makanya, kata dia, guna menjaga stabilitas inflasi, BI sudah menginisiasi program pengendalian inflasi melalui pusat pengendalian harga pangan strategis. Selain itu, bersama pemerintah BI juga membentuk Tim Pengendali Inflasi (TPI).
Artikel ini ditulis oleh:
Eka