Washington DC, Aktual.com – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan tren kenaikan suku bunga saat ini sedang terjadi di beberapa negara untuk menekan potensi tingginya inflasi global.
Menurut dia, kenaikan suku bunga tersebut merespons kebijakan The Fed (Bank Sentral AS) yang terus memberikan sinyal kenaikan serupa hingga sebesar 150 basis poin di akhir 2022.
“Pasar sudah memperkirakan kenaikan hingga 150 bps atau (bertahap) 75-75 bps atau bahkan mengarah tinggi. Tapi sudah semakin ketat suku bunga ini termasuk di Eropa dan negara emerging lain,” kata Dody saat ditemui di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-WB di Washington DC, AS, Jumat (14/10) waktu setempat.
Ia menjelaskan tren kenaikan inflasi ini yang menjadi salah satu pembahasan di Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia (FMCBG) G20 karena menjadi risiko yang mempengaruhi suku bunga acuan.
“Semua negara mengoreksi pertumbuhan karena suku bunga ini bisa meng-adress ekspektasi dari inflasi inti. Jadi berapapun Fed Fund Rate ke depannya, ini akan berpengaruh kepada stance suku bunga kita ke depannya,” kata dia.
Ia menyakini bank sentral masing-masing negara, termasuk The Fed, memiliki penghitungan dan penilaian tersendiri terkait penyesuaian suku bunga karena tergantung kondisi ekonomi, asalkan bisa dikomunikasikan dengan baik.
Komunikasi ini penting agar penyesuaian suku bunga tidak dimaknai lain dan menimbulkan ketidakpastian baru, selain untuk menekan inflasi yang menjadi tantangan perekonomian global.
“Kalau suku bunga naik, mungkin telah well calibrate dan well plan dalam perhitungan mereka. Kedua hal itu menjadi penting dalam menghitung besaran suku bunga,” kata Dody.
Meski demikian, ia memastikan kondisi makro ekonomi Indonesia saat ini dalam keadaan baik dengan perkiraan inflasi mulai turun di bawah 4 persen, dari proyeksi akhir 2022 sebesar 6 persen, mulai triwulan III-2023.
Sebelumnya, Laporan World Economic Outlook (WEO) IMF Oktober 2022 mencatat tekanan inflasi global, yang menjadi pemicu untuk kenaikan suku bunga di berbagai negara, merupakan risiko yang dapat menghambat kinerja perekonomian global.
Oleh karena itu, pertemuan FMCBG yang baru selesai berlangsung menyatakan berbagai respon kebijakan yang diluncurkan negara-negara G20 harus dipaparkan secara spesifik, jelas, terkoordinasi dan dikomunikasikan dengan baik agar pesan dapat tersampaikan.
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin