Jakarta, Aktual.co —Maraknya peredaran obat palsu cukup membuat sejumlah lembaga otoritas terkait kewalahan. Pasalnya, beredarnya obat palsu sangat berbahaya dan juga merugikan pasien serta berbagai industri kesehatan.
“Peredaran obat palsu dapat merusak kepercayaan konsumen mengenai pelayanan medis, khususnya tentang manfaat obat dalam mengatasi penyakit,” ujar Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturing Group (IPMG), Parulian Simanjutak, di acara seminar ‘Waspada Anti-Counterfeit’, di Jakarta, pada Rabu (03/06).
Parulian menegaskan, bahwa kewaspadaan konsumen terhadap obat palsu itu seharusnya tak hanya di hari perayaannya saja, namun setiap hari.
“Seharusnya kita waspada di setiap harinya, bukan dengan satu hari saja,” tegasnya, dalam memperingati ‘Hari Anti-Counterfeit Dunia’, setiap tanggal 8 Juni mendatang.
Dia menjelaskan, bahwa adanya obat palsu yang beredar lantaran harga obat yang cukup mahal.
“Obat palsu ada karena obat yang sebenarnya memang cukup mahal serta membutuhkan riset yang cukup lama sekitar 10-15 tahun, hingga akhirnya bisa dipasarkan. Bahkan menurut penelitian dari Tufts Center for the Study of Drug Development, Boston University, biaya obat baru dapat mengahbiskan dan sebesar Rp2,6 miliiar,” bebernya menerangkan.
Tak hanya itu, penyebab lainnya yaitu, ongkos distribusi yang tinggi, penegakkan hukum yang rendah (Law Aenforcement) yang lemah, kurangnya daya beli masyarakat, dan juga pengetahuan yang masih kurang menjadi penyebab masyarakat dengan mudah termotivasi membeli obat palsu.
Parulian kembali memaparkan, bahwa efek yang bisa terjadi bila masyarakat tetap tidak waspada dengan obat palsu.
“Mengonsumsi obat palsu lebih berbahaya dari pada membeli tas palsu, karena dapat menyebabkan. Penyakit yang diderita tak kunjung sembuh. Kebal terhadap obat, dan yang paling fatal adalah menyebabkan kematian,” katanya lagi memberikan saran.
Artikel ini ditulis oleh: