Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memerlukan keterangan pengacara ternama, OC Kaligis (OCK) untuk mengungkap peran Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho di kasus dugaan suap hakim di Medan.
Pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, untuk menaikan status Gatot dari saksi menjadi tersangka bergantung pada kesaksian OCK.
“(Penetapan status tersangka kepada Gatot) masih memerlukan pendalaman dari keterangan OCK,” ujar Indriyanto saat dikonfirmasi, Rabu (15/7).
Namun demikian, lanjut Indriyanto, bukan hanya keterangan OCK yang dapat membantu mengungkap peran politikus PKS itu. Siapa pun yang diperiksa, dapat membantu KPK menemukan fakta hukum di kasus suap ini.
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia itu pun menegaskan, bahwa pihaknya akan meminta kesaksian siapa pun yang terkait dengan kasus suap terhadap tiga hakim.
“Semua yang terkait dengan kasus ini, dipastikan diperiksa,” kata dia.
Sementara itu, pimpinan KPK Adnan Pandu Praja sempat mengatakan, jika tedapat peran Gubernur Sumut dalam kasus suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
“Kecil kemungkinan (Gubernur) tidak terlibat. Sejauh mana keterlibatannya, itu yang sedang didalami,” kata Adnan.
Untuk membuktikan hal tersebut, KPK pun telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Gatot pada Senin (13/7). Namun, pria kelahiran Magelang itu mangkir tanpa keterangan.
Pekan depan, 22 Juli 2015 lembaga antirasuah, juga menjadwalkan kembali pemeriksaan terhadap pria yang sempat menyandang status Pelaksana Tugas Gubernur Sumut itu.
Dalam kasus tersebut, KPK baru saja menetapkan status tersangka terhadap Ketua Mahkamah Partai Nasdem OC Kaligis. Dia juga sudah ditahan oleh KPK di Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Guntur.
Diduga kuat OC Kaligis menjadi pihak penyedia uang senilai 15 ribu Dollar Amerika Serikat dan 5 ribu Dollah Singapura. Uang tersebut digunakan untuk menyuap hakim PTUN Medan, agar bisa memenangkan gugatan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
KPK menjerat mantan Ketua DPW Partai Nasdem Sulawesi Utara dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, Pasal 13 Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat 1 juncto pasal 55 ayat 1 KUHPidana.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu