Makam Maulay Al-Arabi Ad-Darqawi di Bani Zarwal, utara Kota Fez, Maroko.

Jakarta, Aktual.com – Maulana Al-Imam Al-Quthb Syekh Abu Al-Ma’aly Muhammad Al-Arabi Ad-Darqawi ra. (1737-1823 M), termasuk ulama yang masyhur di dunia tasawuf, kewalian dan kemakrifatan. Sosok yang  merupakan mujaddid dalam ilmu suluk dan manhaj tarekat sufi yang sunni (berlandaskan ajaran Rasul  Saw.). Seorang Wali Qutub, Ahli Makrifat yang agung, Penolong yang masyhur, Wali yang sangat  langka, Maulana al-Arabi bin Ahmad bin al-Husein bin Ali bin Muhammad bin Yusuf bin Ahmad bin  al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin al-Husein bin Ahmad bin al-Husein bin Sa’id bin Ismail bin  Abdillah bin Muhammad bin Yusuf yang dijuluki “Abi Darqah”, yang dinisbahkan kepadanya “Baitul  Mutarjam”, dialah Ibnu Junnun bin Umar bin Abdurrahman bin Sulaiman bin al-Hasan bin Umar  bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad bin Junnun bin Ahmad bin Idris bin Idiris al-Akbar bin  Abdullah al-Kamil bin al-Hasan al-Mutsanna bin al-Hasan as-Sibthi, cucu Rasulullah Saw.

Pada masa mudanya beliau sempat bimbang tentang ketersambungan silsilah nasabnya hingga  Rasulullah Saw., lalu Allah perlihatkan kepada beliau keabsahan sambungan silsilah tersebut, Allah buka  mata batin beliau (kasyaf) untuk melihat cahaya laksana bentangan indah pelangi, yang titik bujurnya  mulai dari Rasulullah Saw. hingga Maulay Idris, hingga sampai Abu Darqah hingga ayah beliau. Dari  sinilah beliau semakin yakin tentang ketersambungan silsilah nasabnya hingga Rasulullah Saw.

 

Kelahiran dan Perkembangan Keilmuan

Beliau dilahirkan sekitar tahun 1152 H di daerah Bani Zarwal (Maroko) dan tumbuh dalam  naungan pemeliharaan yang baik. Hingga suatu waktu pernah terbesit dalam pikiran beliau untuk  melakukan kemaksiatan, seketika itu juga keluar dalam tubuh beliau luka (penyakit) yang cukup  banyak. Dan hal ini selalu terjadi saat pikiran-pikiran melakukan hal buruk terbesit di hati beliau.  Kemudian  beliau  pun  ber-istighfar  (mohon  ampun)  dan  seketika  itu  juga  luka  tersebut  langsung  hilang.

Mengkhatamkan  hafalan  Al-Qur’an  dengan  hafalan  yang  kuat  dibawah  bimbingan  saudara  kandungnya,  Abul  Hasan  Ali  sebanyak  dua  kali,  yang  terakhir  dengan  riwayat  Imam  Ibnu  Katsir.  Begitu juga Qira’ah Sab’ah (tujuh riwayat bacaan al-Qur’an) beliau menghafalnya dibawah bimbingan  beberapa masyayikh seperti as-Syarif Abu Muhammad al-Umrani. Kepada mereka beliau menghafal Qira’ah Sab’ah dari surat Al-Fatihah sampai ayat

لَا يَمَسُّهُمْ فِيهَا نَصَبٌ وَمَا هُم مِّنْهَا بِمُخْرَجِينَ

“Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya.” (QS. Al-Hijr 48).

Disaat  sedang  mempelajari  Qira’ah  Sab’ah,  beliau  mendapat  karamah  yang  menjadikan dirinya  tergugah  untuk  tetap  dijalan  Allah  Swt.  dan  menafikan  selain-Nya.  Hal  tersebut  beliau peroleh saat sedang di Zawiyah al-Arif Syekh Abu Muhammad Abdul Warits al-Yalshuti. Beliau tekun  mengkhatamkan Al-Qur’an selama berhari-hari. Beliau bertekad untuk tidak membaca sedikitpun  darinya kecuali dalam keadaan berwudlu, tidak berpaling sedikitpun dari hal yang tidak bermanfaat  saat membacanya.

Syekh Maulay al-Arabi ra. berkata: “Suatu ketika saat selesai shalat subuh dan membaca satu  hizib Al-Qur’an (tengah juz) dilanjutkan hizib falah, aku berbaring seperti posisi tidur miring. Lalu  tampak pancaran cahaya  menerangi seluruh ruang Masjid. Aku mengira pengelola Zawiyah sedang  menyalakan lampu untuk suatu keperluannya.

Lalu Maulana Rasulullah Saw. berdiri didepanku dan melihat ke arahku. Aku pun bergegas  untuk berdiri tapi beliau Saw. mengisyaratkan dengan kedua tangannya yang mulia, dua hingga tiga  kali, agar tetap pada posisiku. Lalu beliau Saw. pergi, dan tampak kembali pancaran cahaya dari  timur. Saat aku lihat, tampak Sayyidah Fatimah al-Bathul rha. berdiri didepanku dan memandangku  tanpa bertutur kata.

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin