Amal ibadah yang paling beliau cintai adalah shalat. Beliau berkata: “Aku mengulang-ulang  banyak  amalan  selama  bertahun-tahun.  Tidak aku  temukan  dari  amal-amal  tersebut  keberkahan  yang  besar  kecuali  keberkahan  shalat.  Demi  Allah,  sungguh  aku  temukan  keberkahan  shalat  melebihi  besarnya keberkahan amal-amal lain. Dan jika saja tidak kudapati perkataan masyayikh (semoga  Allah  meridhai  mereka):  ‘Orang  yang  tidak  memiliki  guru  maka  syaitanlah  gurunya.’  Niscaya  aku  akan katakan bahwa shalat bisa menempati posisi seorang guru; begitu juga bershalawat kepada  baginda Rasulullah Saw. Pun ia juga berpandangan bahwa melanggengkan amaliah dzikir, membaca  al-Qur’an dan lain sebagainya disertai hati yang hadir dan meninggalkan perkara yang tidak berguna  secara total serta menjaga kewajiban dan kesunahan bisa menempati posisi seorang syekh juga bagi  mereka yang belum menemuinya.”

Beliau  juga  meriwayatkan  kitab-kitab  ulama  bersama  para  muridnya  dengan  tanpa  memilah satu dengan lainnya, bahkan menyajikan secara ringkas perbedaan/perselisihan yang ada  didalamnya. Beliau juga menelaah kitab-kitab fikih seperti syarah kitab: “ar-Risalah”, “al-Mursyid  al-Mu’in” karya Imam al-Miyarah, “al-Waghlisiyyah” karya Imam Zarruq, dan “Thabaqat al-Auliya”  karya Imam Sya’roni, “Thabaqat al-Ulama” karya Imam Ahmad Baba as-Sudani, “al-Mu’za fi Manaqib  Abi Ya’za” karya Imam at-Talidi. Dalam bidang tafsir beliau menelaah kitab “Tafsir Ibnu Athiyyah”, “al- Khazin”, dan “al-Jalalain”. Dan belum pernah melahap kitab dari awal sampai akhir kecuali “Shahih  al-Bukhari” dan “as-Syifa” karya Imam Qadhi ‘Iyad.

Dan  sungguh  Allah  telah  mengangkat  beliau  melalui  jalan  ini  (thariqah).  Melalui  beliau  banyak terlahir ulama-ulama di Maroko, Aljazair, Sahara, Sudan, bahkan dibelahan timur dan setiap  wilayah. Dikatakan bahwa sepanjang hayat beliau ulama yang lahir tesebut mencapai seratus ribu dari sahabat-sahabatnya dan sahabat dari para sahabatnya.

Imam  Ibnu  al-Qadhi  dalam  kitab  “an-Nur  al-Qawiyy”  mendengar  gurunya,  Imam  ada- Dabbagh, berkata: Aku mendengar Maulay Arabi berkata: Tidaklah seorang murid berjalan dari sini  sampai negeri timur dan dia bermalam di tempat saudarannya (ikhwannya) karena Allah, hingga ia  sampai tanah haramain yang mulia maka ia temukan saudaranya disana juga.”

Syekh  Umar  bin  Sudah  berkata:  “Maulay  al-Arabi  tidak  wafat  kecuali  setelah  beliau  meninggalkan kisaran 40 ribu murid yang mumpuni untuk menuntun menuju Allah Swt.”

Beliau ra. memuji para sahabat dan thariqahnya dengan berkata: “Siapa yang menemaniku  tiga hari dengan membagusi agama dan tidak mencelanya, itulah sedikitnya waktu untuk mengambil  faidah dariku untuk mengetahui yang hak dari yang bathil.”

Al-Imam al-Hafizh Ahmad bin Shiddiq al-Ghumari berkata: “Inilah kekhususan (karakteristik)  thariqah  ini,  yaitu  musyahadah langsung  bagi  pelakunya.  Ungkapan  ini  juga  diucapkan  oleh  Sidi  Muhammad  bin  Abdullah.  Begitu  juga  Ayah  kami,  Maulana  Syekh  Muhammad  bin  Shiddiq  al- Ghumari ra. berkata: sedikitnya waktu yang dibutuhkan sahabat kami (ikhwan) untuk mengambil  faidah dariku untuk menghilangkan ghaflah, memiliki bashirah (pandangan mata batin) terhadap  perkaranya dan perkara manusia hingga bisa membedakan yang hak dari mereka dan yang bathil.”

Syekh Maulay al-Arabi ra. berkata: “Aku tinggalkan para sahabatku, mereka semua punya  kredibilitas.  Siapa  saja  yang  mengikuti  salah  satu  dari  mereka  akan  mendapat  petunjuk berkah  anugrah dan kemuliaan Allah Swt..”

Beliau  ra.  berkata  tentang  para  sahabat  (murid)nya:  “Menyebarlah  kepenjuru  bumi!  Jika  kalian temukan tegukan (ilmu) yang lebih jernih dan murni dariku datatanglah kepadaku maka aku  akan pergi bersamamu untuk meminumnya bersama, karena tujuan kita hanyalah Allah Swt. yang  tiada celah untuk selain-Nya.”

Beliau memiliki karomah yang sangat banyak, yang tidak mungkin dipaparkan pada ringkasan  biografi ini. Karomah tersebut beliau alami bersama para sahabatnya dan selain mereka dari kalangan  manusia, baik umum maupun khusus.

Di awal mulanya beliau ra. senang mengunjungi para wali dan orang-orang saleh, baik yang  masih hidup maupun yang telah wafat. Beliau rela untuk beranjak dari kabilah (daerah tempat tinggal)- nya menuju kota Fes hingga menghabiskan waktu tujuh tahun menetap di kota tersebut. Atas dasar  itu beliau berkata: “Aku mendapatkan kebaikan dan keberkahan yang luar biasa sebab mengunjungi  mereka, diantaranya aku mengenal Guru Mulia, Syekh al-Murabbi Sidi Ali Jamal. Dan mereka yang  telah wafat menjadi sebab mengenal mereka yang masih hidup dari kalangan para wali dan orang- orang saleh (semoga Allah meridhai mereka semua).”

Beliau memiliki kitab “ar-Rasail”, yaitu risalah-risalah (surat-surat) yang berharga dan mulia  dalam bidang tasawuf, adab dan pondasi thariqah, yang banyak mendapat perhatian dan dibaca  para ulama thariqah kepada murid-muridnya. Di dalamnya terdapat faidah yang agung yang perlu  diketahui para murid thariqah.

Beliau  ra.  wafat  pada  malam  Selasa,  22  Shafar  1239  H.  Yang  memandikan  beliau  adalah  istrinya, Sayyidah Maryam binti Syaikh Ibnu Khaddah al-Hasnawi. Yang menshalati beliau al-‘Arif  Sidi Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Abdurrahman, cucu dari wali ternama Sidi Abdul Warits  al-Yalshuti. Dan semua itu atas wasiat beliau. Beliau dikebumikan malam Rabu di Zawiyahnya yang  bernama “Boubrih” di Kabilah Bani Zarwal. Semoga Allah Swt. meridhai beliau dan kita semua serta  menganugrahi kemanfaatan kepada kita berkah wasilah beliau.

 

Diringkas dari kitab “Manahij at-Tahqiq fi kalam ‘ala silsilah at-Thariq” karya al-Hafizh Sidi Syekh Ahmad bin Shiddiq al-Ghumari.

Oleh Maulana Syekh Dr. Abdul Mun’im bin Abdul Aziz al-Ghumari  HafidzahuAllah (Zawiyah Shiddiqiyah, Tangier-Maroko)

Alih Bahasa: Ali Syahbana, Lc, MA (Zawiyah Arraudhah)

 

 

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin