Beliau ra. awal mulanya mengenakan pakaian yang kasar dan jubah tebal yang berbulu. Terkadang berjalan tanpa penutup kepala dan alas kaki, mengemis di pasar, duduk dekat tempat sampah dengan tetap berhati-hati akan najis, tidur pulas dijalan, membawa “al-Qirbah” (kulit domba untuk membawa air) dan membagikan air kepada orang yang mau minum, dan pekerjaan-pekerjaan hina yang memberatkan jiwa. Dan semua ini atas perintah gurunya.

Awalnya beliau merasa berat menjalankannya tapi Allah telah menguatkannya. Beliau ra berkata: “Sesungguhnya guruku ketika melihat kesungguhanku dalam thariqah, beliau perintahkan aku untuk melenyapkan kebiasaan hawa nafsu, dan berkata: “Sebagaimana kita mencari ilmu hakikat maka kita juga harus mengupayakan amal perbuatannya; Akupun belum memahaminya.”

Adapun dalam beribadah beliau selalu mengikuti manhaj sunnah Nabi Saw. tanpa melebihkan dan mengurangi, beliau tidak pernah meninggalkan sunnah-sunnah muakkad (yang ditekankan), begitupun dalam menjaga kebersihan dan kesucian, membaca al-Qur’an dan ber-istikharah, shalat dhuha dan tahiyat masjid, mendirikan shalat sesaat sebelum fajar dan membangunkan keluarganya di waktu tersebut, membesuk orang sakit, mengiring jenazah, menyuguhi tamu yang datang, bersedekah setiap hari, dan setiap perkaranya selalu tepat dan tertata tanpa pernah tertunda hingga berhari-hari, termasuk memberi orang makan dan memulyakan tamu, bergegas dalam hal kebaikan dan keutamaan di tiap waktu, tawadlu’ karena Allah kepada siapapun hingga kepada orang yang tidak berakhlak sekalipun dengan mengagungkan, memuliakan, meyetarakan dan menggaulinya, memilih shalat dan duduk diatas tanah seraya berkata: “Duduk diatas tanah tanpa alas bisa menyebabkan kaya.”

Amal ibadah yang paling beliau cintai adalah shalat. Beliau berkata: “Aku mengulang-ulang banyak amalan selama bertahun-tahun. Aku temukan dari amal-amal tersebut keberkahan yang besar kecuali keberkahan shalat. Demi Allah, sungguh aku temukan keberkahan shalat melebihi besarnya keberkahan amal-amal lain. Dan jika saja tidak kudapati perkataan masyayikh (semoga Allah meridhai mereka): Orang yang tidak memiliki guru maka syaitanlah gurunya. Niscaya aku akan katakana bahwa shalat bisa menempati posisi seorang guru; begitu juga bershalawat kepada baginda Rasulullah Saw. Pun ia juga berpandangan bahwa melanggengkan amaliah dzikir, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya disertai hati yang hadir dan meninggalkan perkara yang tidak berguna secara total serta menjaga kewajiban dan kesunahan bisa menempati posisi seorang syekh juga bagi mereka yang belum menemuinya.”

Beliau juga meriwayatkan kitab-kitab ulama bersama para muridnya dengan tanpa memilah satu dengan lainnya, bahkan menyajikan secara ringkas perbedaan/perselisihan yang ada didalamnya. Beliau juga menelaah kitab-kitab fikih seperti syarah kitab: “ar-Risalah”, “‘al-Mursyid al-Mu’in” karya Imam al-Miyarah, “al-Waghlisiyyah” karya Imam Zarruq, dan “Thabaqat al-Auliya” karya Imam Sya’roni, “Thabaqat al-Ulama” karya Imam Ahmad Baba as-Sudani, “al-Mu’za fi Manaqib Abi Ya’za” karya Imam at-Talidi. Dalam bidang tafsir beliau menelaah kitab “Tafsir Ibnu Athiyyah”, “al- Khazin”, dan “al-Jalalain”. Dan belum pernah melahap kitab dari awal sampai akhir kecuali “Shahih al-Bukhari” dan “as-Syifa” karya Imam Qadhi ‘lyad. Dan sungguh Allah telah mengangkat beliau melalui jalan ini (thariqah).

Melalui beliau banyak terlahir ulama-ulama di Maroko, Aljazair, Sahara, Sudan, bahkan dibelahan timur dan setiap wilayah. Dikatakan bahwa sepanjang hayat beliau ulama yang lahir tesebut mencapai seratus ribu dari sahabat-sahabatnya dan sahabat dari para sahabatnya. Imam ibnu al-Qadhi dalam kitab “an-Nur al-Qawiyy” mendengar gurunya, Imam ad-Dabbagh, berkata: Aku mendengar Maulay Arabi berkata: Tidaklah seorang murid berjalan dari sini sampai negeri timur dan dia bermalam di tempat saudarannya (ikhwannya) karena Allah, hingga ia sampai tanah haramain yang mulia maka ia temukan saudaranya disana juga.

Syekh Umar bin Sudah berkata: “Maulay al-Arabi tidak wafat kecuali setelah beliau meninggalkan kisaran 40 ribu murid yang mumpuni untuk menuntun menuju Allah Swt.” Beliau ra. memuji para sahabat dan thariqahnya dengan berkata: “Siapa yang menemaniku tiga hari dengan membagusi agama dan tidak mencelanya, itulah sedikitnya waktu untuk mengambil faidah dariku untuk mengetahui yang hak dari yang bathil.”

Imam al-Hafizh Ahmad bin Shiddiq al-Ghumari berkata: “Inilah kekhususan (karakteristik) thariqah ini, yaitu musyahadah langsung bagi pelakunya. Ungkapan ini juga diucapkan oleh Sidi Muhammad bin Abdullah. Begitu juga Ayah kami, Maulana Syekh Muhammad bin Shiddiq al- Ghumari ra. berkata: sedikitnya waktu yang dibutuhkan sahabat kami (ikhwan) untuk mengambil faidah dariku untuk menghilangkan ghaflah, memiliki bashirah (pandangan mata batin) terhadap perkaranya dan perkara manusia hingga bisa membedakan yang hak dari mereka dan yang bathil.” Syekh Maulay al-Arabi ra. berkata: “Aku tinggalkan para sahabatku, mereka semua punya kredibilitas. Siapa saja yang mengikuti salah satu dari mereka akan mendapat petunjuh berkah anugrah dan kemuliaan Allah Swt..

Beliau ra. berkata tentang para sahabat (murid)nya: “Menyebarlah kepenjuru bumi! Jika kalian temukan tegukan (ilmu) yang lebih jernih dan murni dariku datatanglah kepadaku maka aku akan pergi bersamamu untuk meminumnya bersama, karena tujuan kita hanyalah Allah Swt. yang tiada celah untuk elain-Nya.'”

Beliau memiliki karomah yang sangat banyak, yang tidak mungkin dipaparkan pada ringkasan biografi ini. Karomah tersebut beliau alami bersama para sahabatnya dan selain mereka dari kalangan manusia, baik umum maupun khusus.

Di awal mulanya beliau ra. senang mengunjungi para wali dan orang-orang saleh, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Beliau rela untuk beranjak dari kabilah (daerah tempat tinggal)- nya menuju kota Fes hingga menghabiskan waktu tujuh tahun menetap di kota tersebut. Atas dasar itu beliau berkata: “Aku mendapatkan kebaikan dan keberkahan yang luar biasa sebab mengunjungi mereka, diantaranya aku mengenal Guru Mulia, Syekh al-Murabbi Sidi Ali Jamal. Dan mereka yang telah wafat menjadi sebab mengenal mereka yang masih hidup dari kalangan para wali dan orang- orang saleh (semoga Allah meridhai mereka semua).”

Beliau memiliki kitab “ar-Rasail”, yaitu risalah-risalah (surat-surat) yang berharga dan mulia dalam bidang tasawuf, adab dan pondasi thariqah, yang banyak mendapat perhatian dan dibaca para ulama thariqah kepada murid-muridnya. Di dalamnya terdapat faidah yang agung yang perlu diketahui para murid thariqah.

Beliau ra. wafat pada malam Selasa, 22 Shafar 1239 H. Yang memandikan beliau adalah istrinya, Sayyidah Maryam binti Syaikh Ibnu Khaddah al-Hasnawi. Yang menshalati beliau al-‘Arif Sidi Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Abdurrahman, cucu dari wali ternama Sidi Abdul Warits al-Yalshuti. Dan semua itu atas wasiat beliau. Beliau dikebumikan malam Rabu dizawiyahnya yang bernama “Boubrih” di Kabilah Bani Zarwal. Semoga Allah Swt. meridhai beliau dan kita semua serta menganugrahi kemanfaatan kepada kita berkah wasilah beliau.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain