Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, Kabaharkam Polri Komjen Pol Putut Eko Bayu Seno disaksikan Deputi bidang pengendalianpelaksanaan penanaman modal Azhar Lubis usai mengisi acara Koordinasi Perlindungan dan Keamanan Dunia Usaha di Gedung BKPM, Jakarta, Senin (19/9/2016). Acara tersebut merupakan wujud konkrit dari kesepakatan kerjasama antara Polri dengan BKPM mengenai koordinasi perlindungan dan keamanan bagi dunia usaha untuk mendukung kegiatan investasi di Indonesia. Aktual/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengakui masalah pelanggaran pajak yang dilakukan Google di Indonesia merupakan tantangan yang tengah terjadi di hampir semua negara dunia.

“Masalah internet dan jasa digital yang beroperasi secara global adalah tantangan semua negara,” katanya seusai penandatanganan kerja sama perlindungan investasi dengan Polri di Jakarta, Senin (19/9).

Menurut Tom, sapaan akrab Thomas, masalah pelanggaran pajak perusahaan digital global juga sempat heboh di Inggris dan Uni Eropa. Pemerintah Inggris, kata dia, bahkan dibuat “ngos-ngosan” mengejar pajak Google.

Tom menyebut masalah pelanggaran pajak oleh perusahaan digital juga dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20. Dalam pertemuan yang juga dihadiri Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani itu terdapat sejumlah kemajuan solusi.

“Memang tidak ada hal lain selain meningkatkan komunikasi yang lebih erat antara negara-negara G20 dan OECD. Karena ini tantangan global, maka harus dikoordinasikan di tingkat global juga,” katanya.

Tom juga menuturkan para pemimpin negara-negara G20 akan mengimbau negara-negara lain penyedot pajak ke “tax haven” guna mencari solusi atas masalah tersebut.

BKPM sendiri, lanjut dia, terus melakukan komunikasi dengan perusahaan-perusahaan digital global yang beroperasi di Indonesia tersebut.

“Kami juga prihatin, karena medannya harus ‘fair’ (adil) ke pengusaha digital lokal. Jangan sampai pengusaha digital lokal yang bayar pajak itu justru menghadapi persaingan dari luar yang tidak banyar pajak,” ujarnya.

Google sendiri belum menjadi wajib pajak di Indonesia karena belum menjadi badan usaha tetap (BUT). Perusahaan digital untuk mesin pencari (search engine) itu hanya membuat kantor perwakilan di Indonesia sehingga transaksi bisnisnya tidak mempengaruhi pendapatan negara.

Padahal, transaksi bisnis perikanan digital yang jadi bidang usaha utama Google mencapai 850 juta dolar AS atau sekitar Rp11,6 triliun pada 2015. Namun, Tom mengaku kondisinya akan semakin sulit di era kompetisi seperti saat ini.

“Seperti disampaikan Pak Presiden, kalau kita gebukin terlalu keras, nanti mereka larinya ke negara lain. Tentu tidak menguntungkan,” katanya.

Tapi di sisi lain, kata dia, kalau tidak mengejar (pajaknya) juga sulit bagi Indonesia. Makanya kami ingin cari titik tengah yang ‘fair’ (adil), bisa diterima, kompetitif dibandingkan tawaran negara lain. Tapi juga bisa diterima pelaku digital domestik.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka