Sejumlah petambak memberikan pakan ikan kerapu yang dibudidayakan di dalam keramba Danau Laut Tawar, Aceh Tengah, Aceh, Minggu (7/8). Selain untuk dikonsumsi di daerah setempat ikan kerapu tersebut juga diekspor keluar negeri seperti Malaysia dan Singapura dengan harga Rp. 85 ribu - Rp. 125 ribu per Kilogram. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/ama/16.

Medan, Aktual.com – Penertiban aktivitas keramba jaring apung di perairan Danau Toba, Sumatera Utara, untuk mendukung pengembangannya menjadi destinasi wisata nasional, dilakukan secara bertahap.

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumatera Utara Wan Hidayati di Medan, Sabtu (13/8), mengatakan, penertiban tersebut direncanakan dilakukan selama empat tahun.

“Jadi, ada jangka waktu penertibannya, selama empat tahun, supaya pelan-pelan,” katanya.

Sebenanya, sudah ada kesepakatan antara Pempov Sumatera Utara dan tujuh pemkab di kawasan Danau Toba untuk memberlakukan “Zero KJA” atau menghilangkan seluruh aktivitas keramba jaring apung.

Jika dilihat dari aspek pelestarian lingkungan, BLH Sumatera Utara mendukung kesepakatan antara pempov dengan tujuh pemkab yakni Simalungun, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Samosir, Humbang Hasundutan, Karo, dan Dairi itu.

“Dari aspek lingkungan, saya mendukung kesepakatan ‘Zero KJA’ itu, tidak mungkin saya tidak mendukung itu,” katanya.

Namun ada juga permintaan dan pandangan lain yang mengharapkan aktivitas keramba tersebut tetap diizinkan dengan berbasis daya dukung dan daya tampung.

Permintaan dan pandangan tersebut berdasarkan aspek dan pertimbangan ekonomi karena banyak juga keramba yang dikelola dan menjadi milik masyarakat.

Saran itu juga disampaikan Kementerian Kelautan dan Perikanan agar mempertimbangkan keberadaan keramba jaring apung sesuai dengan daya dukung dan daya tampung di Danau Toba.

BLH Sumatera Utara terus mengkaji berbagai kemungkinan tersebut sambil melakukan penertiban secara bertahap untuk mendukng upaya pengembangan Danau Toba menjadi destinasi wisata nasional.

Meski tetap mengedepakan upaya pelestarian lingkungan, tetapi BLH Sumatera Utara akan menjalankan keputusan yang disepakati bersama.

“Artinya, jika daya dukungnya tidak tercemar, itu tergatung kesepakatan bersama, saya hanya melihat dari aspek lingkungan,” kata Wan Hidayati.

Artikel ini ditulis oleh: