Mamuju, aktual.com – Fenomena “Awan Tsunami” yang sempat menggegerkan warga Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) tidak berbahaya, kata Prakirawan Iklim BMKG Majene, Setiawan.

“Awan tsunami tidak dikenal dalam istilah meteorologi. Itu sebetulnya adalah awan Kumulonimbus (Cb) yang bentuknya mengerikan sehingga masyarakat menyebutnya awan tsunami,” ujarnya yang dihubungi dari Mamuju, Sabtu (19/1).

Ia menjelaskan, terbentuknya “Awan Tsunami” itu akibat adanya pemanasan yang cukup kuat di lautan yang kemudian membentuk awan vertikal hingga ketinggian 10 ribu kilometer bahkan sampai 15 ribu kilometer.

Selanjutnya, terjadi daya dorong ke bawah akibat tarikan dari gratifikasi dengan membawa energi uap air yang begitu kuat sehingga daya balik ditambah lagi tarikan grafitasi yang menjadi kekuatan angin yang cukup kuat ke arah vertikal ke bawah.

“Nah, karena arah vertikal ke bawah maka dia menghantam membran atau tempat di bawahnya yang kebetulan itu adalah air yang kemudian air itu yang menjadi gelombang karena ada desakan dari tiupan angin yang begitu kencang dari awan Cb tersebut maka terjadilah gelombang,” terangnya.

“Awan seperti itu, tidak akan menimbulkan gelombang yang terlalu tinggi paling sekitar 3 atau 4 meter, itupun wilayah laut yang luas. Kalau seperti teluk kemungkinan 1,5 sampai 2 meter. Jadi, secara umum tidak berdampak kepada kondisi cuaca hanya saja bentuknya yang mengerikan,” jelasnya.

Sebelumnya, yakni pada Kamis (17/1) sekitar pukul 08. 30 WITA warga Mamuju dikejutkan dengan munculnya awan yang menyerupai gelombang tsunami.

Walaupun kemunculan awan berbentuk gelombang tsunami yang sempat viral di media sosial tersebut tidak berlangsung lama namun sebagian warga Mamuju yang sempat menyaksikan mengaku takut karena bentuk awannya yang hitam.

“Bentuk awannya hitam dan mengerikan seperti gelombang tsunami sehingga kami takut kalau ini pertanda akan terjadi sesuatu. Semoga tidak terjadi apa-apa,” kata salah seorang warga.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin