Nunukan, Aktual.com – Badan Pelayanan, Penempatan dan Perlindungan TKI Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara menyatakan, pernah menemukan TKI deportasi dari Negeri Sabah Malaysia karena diduga terkontaminasi paham-paham kelompok bersenjata Abu Sayyaf Filipina Selatan.
Hal ini dikatakan Nur Bintang dari BP3TKI Nunukan sekaitan dengan penanganan TKI deportasi yang belum ditemukan solusi oleh pemerintah, Rabu (27/3).
“Pernah menangani TKI deportasi dari Malaysia sudah terkontaminasi dengan paham radikal dari kelompok Abu Sayyaf Filipina,” kata dia.
Berkaitan dengan permasalahan seperti ini memang dibutuhkan keterlibatan instansi terkait atau pemerintah pusat agar ada langkah antisipasi semakin meluasnya paham radikal bagi TKI di negeri jiran.
Penanganan TKI deportasi ini kata Nur Bintang, telah pernah disampaikan kepada Kemendagri agar dibentuk kesepakatan antara pemerintah daerah asal dengan Gubernur Kaltara atau Bupati Nunukan.
Ia mengatakan, selama ini beberapa kali menangani TKI bermasalah yang dideportasi Negeri Sabah baik yang sakit parah, terlantar, ataupun mengalami gangguan jiwa.
Ketika ditanyakan kepada pemerintah daerah asalnya malah tidak mengetahuinya sehingga menjadi beban oleh Pemkab Nunukan, kata Nur Bintang.
Bukan hanya itu, permasalahan TKI di Negeri Sabah belum ada solusi mengatasinya akibat masih banyaknya yang tidak memiliki dokumen atau paspor.
Sehubungan berbagai permasalahan yang terjadi atau dialami TKI maka BP3TKI Nunukan menyarankan komitmen bersama aparat atau instansi terkait mengatasinya, sebut Nur Bintang pada dialog dan sosialisasi Tim Kajian Daerah Dewan Ketahanan Nasional RI di Kantor Bupati Nunukan.
Terkait dengan bela negara, dia sampaikan, banyak TKI yang tidak hafal Pancasila dan lagu-lagu kebangsaan. Malah lebih hafal lagu-lagu kebangsaan Malaysia.
Permasalahan TKI di Negeri Sabah juga diutarakan Asisten Bidang Kesra Pemkab Nunukan, Hanafiah.
Ia menyatakan, Pemkab Nunukan banyak direpotkan dengan TKI deportasi dengan berbagai permasalahan baik sakit maupun kurang waras.
Sementara anggaran penanganannya hampir tidak ada sehingga perlu adanya perhatian pemerintah pusat soal anggaran tersebut, kata Hanafiah.*
Artikel ini ditulis oleh: