Tangkapan layar - Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti daring di Jakarta, Senin (14/8/2023). (Antara/Devi Nindy)
Tangkapan layar - Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti daring di Jakarta, Senin (14/8/2023). (Antara/Devi Nindy)

Jakarta, aktual.com – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa musim kemarau di Indonesia saat ini tidak lepas dari risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, dalam acara Disaster Briefing yang diadakan secara daring di Jakarta pada Senin (14/8/2023), mengungkapkan bahwa fenomena ini terjadi meskipun sudah memasuki bulan ketiga dalam prediksi musim kemarau.

“Sekali lagi bahwa kemarau di Indonesia bukan kemarau tanpa banjir. Musim hujan di Indonesia bukan musim hujan tanpa karhutla (kebakaran hutan dan lahan), selalu ada dua fenomena ini yang saling berlawanan, bahkan terjadi dalam satu provinsi,” ujarnya.

Abdul menjelaskan bahwa pada rentang waktu 7-13 Agustus 2023, terjadi banjir di Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat, Aceh, dan Halmahera Utara.

Saat ini, menurut Abdul, meskipun karhutla dan cuaca ekstrem menjadi bencana dominan, namun juga masih terjadi tanah longsor, terutama di Pulau Jawa.

Abdul mengatakan bahwa prediksi musim kemarau mengalami perubahan dinamis. Meskipun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kemarau akan berlangsung hingga Agustus-September, namun dinamika cuaca berubah sedikit dengan kemarau yang mungkin berlanjut hingga September hingga Oktober.

Abdul menjelaskan bahwa karhutla di Sumatera dan Kalimantan, dominan adalah kebakaran gambut. Sementara karhutla di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara didominasi oleh lahan mineral yang sangat cepat mengering, dan api bisa padam begitu objek terbakar habis di area yang tidak dekat dengan pemukiman.

Dari segi sejarah, Abdul menyatakan bahwa kejadian karhutla paling sering terjadi di enam provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.

Meskipun demikian, tren dominasi karhutla telah mengalami pergeseran di luar keenam provinsi tersebut. BNPB telah mengerahkan personel dan dukungan yang berkaitan dengan kontingensi dan darurat, termasuk tim darat dan udara, dengan total 31 helikopter, di antaranya terdapat 14 helikopter patroli dan sisanya helikopter untuk pemadaman api.

Artikel ini ditulis oleh: