Jakarta, 7/9 (Antara) – Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan gempa beruntun dan merusak di Lombok dan Sumbawa menyebabkan dampak kekeringan meningkat.
“Jaringan pipa air rusak sehingga pasokan air bersih berkurang. Masyarakat di pengungsian jauh dari sumber air,” kata Sutopo melalui pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Sutopo mengatakan sebelum gempa terjadi, kebutuhan air bersih masyarakat dipenuhi dari perusahaan daerah air minum, sumur dan jaringan distribusi air bersih lainnya.
Di pengungsian, masyarakat bergantung pada bantuan distribusi air dari mobil tangki air, bak penampungan dan sumur bor yang dibangun pemerintah.
“Wilayah Nusa Tenggara Barat sesungguhnya sudah mengalami kekeringan dan krisis air sebelum terjadi gempa. Dengan adanya gempa, dampak kekeringan menjadi lebih meningkat,” jelas Sutopo.
Di Nusa Tenggara Barat, 1,23 juta jiwa terdampak kekeringan yang terjadi di sembilan kabupaten/kota, meliputi 74 kecamatan dan 346 desa.
Sedangkan di Nusa Tenggara Timur, kekeringan berdampak pada 866 ribu penduduk yang tersebar di 22 kabupaten/kota meliputi 254 kecamatan dan 896 desa.
Sutopo mengatakan kekeringan terjadi di beberapa tempat di wilayah Indonesia khususnya Jawa dan Nusa Tenggara. Kekeringan terjadi di 4.053 desa dari 888 kecamatan di 111 kabupaten/kota dari 11 provinsi di Indonesia.
“Musim kemarau diperkirakan berlangsung hingga September 2018 dengan puncaknya selama Agustus-September. Yang mengalami kekeringan saat ini adalah daerah-daerah yang hampir setiap tahun mengalami kekeringan,” kata Sutopo.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan