Jakarta, Aktual.com – Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Polisi Hamli mengungkapkan bahwa salah satu sumber radikalisme di lingkungan kampus adalah jenjang pendidikan di bawahnya.
“Dari SMA-nya, pondok pesantrennya, mereka sudah terpapar,” ujar Hamli dikutip dari siaran pers di Jakarta, Kamis (25/7).
Ia menyebutkan ada salah satu kampus di Jawa Timur yang 70 persen mahasiswanya berasal dari sumber yang terindikasi terpapar radikalisme. Namun, Hamli tak mengungkapkan nama kampus tersebut.
Hamli meminta data yang disampaikannya tidak ditanggapi secara reaktif, terutama oleh kalangan kampus, sebagaimana dahulu sewaktu BNPT mengungkap temuan radikalisme di sejumlah perguruan tinggi negeri di Indonesia.
“Dahulu rektornya marah semua. Asal data BNPT dipertanyakan. Akan tetapi, ini hasil pengamatan lapangan. Setelah dijelaskan detailnya, mereka baru sadar dan ramai-ramai bergerak melakukan penanggulangan,” ujar Hamli.
Ia menuturkan bahwa temuan radikalisme di lingkungan kampus bukan hal baru. Pada tahun 1983, ditemukan adanya aktivitas keagamaan di salah satu masjid, lingkungan kampus yang berlangsung hingga pukul 03.00 WIB.
“Ini seharusnya menjadi perhatian kampus. Kenapa sampai ada aktivitas di masjid kampus sampai pukul tiga pagi? Pencegahan bisa diawali dari kecurigaan-kecurigaan atas hal-hal yang janggal,” kata Hamli.
Ia mengingatkan pentingnya keterlibatan kalangan kampus dan lingkungan sekitarnya dalam pencegahan terorisme. Hal itu, menurut dia, akan menjadi sebuah sinergi nyata dalam upaya penanggulangan terorisme.
“Pendekatan keras dalam penanggulangan terorisme sebenarnya tidak perlu dilakukan. Penanggulangan terorisme akan efektif jika dilakukan dengan pendekatan lunak. Hal itu membutuhkan keterlibatan masyarakat,” ujar Hamli.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan