Jakarta, Aktual.com – Berbakti kepada orang tua, memang dianjurkan oleh Allah SWT. Namun apakah berbakti dalam hal ini dilakukan secara mutlak? Jawabannya, tidak. Selama itu dalam ketaatan pada Allah atau masih dalam kebaikan, maka perintah mereka dituruti. Jika mereka memerintahkan dalam syirik, maksiat dan bid’ah, maka tidaklah ada ketaatan.
Lantas, bagaimanaka jika orang tua kita adalah non muslim? Pastinya, tetap ada kewajiban berbuat baik dan mentaati mereka selama tidak menuruti ajaran agama mereka atau turut serta dalam perayaan dan ritual ibadah mereka. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku (Allah) sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Lukman: 15).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Jika kedua orang tua memaksamu agar mengikuti keyakinan keduanya, maka janganlah engkau terima. Namun hal ini tidaklah menghalangi engkau untuk berbuat baik kepada keduanya di dunia secara ma’ruf (dengan baik)” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 54).
Syaikh As Sa’di rahimahullah menerangkan, “Janganlah engkau menyangka bahwa taat kepada keduanya dalam berbuat syirik adalah bentuk ihsan (berbuat baik) kepada keduanya. Karena hak Allah tentu lebih diutamakan dari hak yang lainnya. Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat pada al Kholiq (Sang Pencipta)”.
Syaikh As Sa’di rahimahullah kembali menjelaskan, “Allah Ta’ala tidaklah mengatakan: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka durhakailah keduanya. Namun Allah Ta’ala katakan, janganlah mentaati keduanya, yaitu dalam berbuat syirik. Adapun dalam berbuat baik pada orang tua, maka tetap ada.”
Karena selanjutnya Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”. Adapun mengikuti mereka dalam kekufuran dan maksiat, maka jangan” (Taisir Al Karimir Rahman, 648).
Lihatlah kisah teladan berikut ini sebagaimana dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab Shohihnya dari Mush’ab bin Sa’ad dari ayahnya (yaitu Sa’ad) bahwa beberapa ayat Al Qur’an turun padanya. Dia berkata,
حَلَفَتْ أُمُّ سَعْدٍ أَنْ لاَ تُكَلِّمَهُ أَبَدًا حَتَّى يَكْفُرَ بِدِينِهِ وَلاَ تَأْكُلَ وَلاَ تَشْرَبَ. قَالَتْ زَعَمْتَ أَنَّ اللَّهَ وَصَّاكَ بِوَالِدَيْكَ وَأَنَا أُمُّكَ وَأَنَا آمُرُكَ بِهَذَا. قَالَ مَكَثَتْ ثَلاَثًا حَتَّى غُشِىَ عَلَيْهَا مِنَ الْجَهْدِ فَقَامَ ابْنٌ لَهَا يُقَالُ لَهُ عُمَارَةُ فَسَقَاهَا فَجَعَلَتْ تَدْعُو عَلَى سَعْدٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى الْقُرْآنِ هَذِهِ الآيَةَ (وَوَصَّيْنَا الإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا) (وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِى) وَفِيهَا (وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوفًا)
Ummu Sa’ad (Ibunya Sa’ad) bersumpah tidak akan mengajaknya bicara selamanya sampai dia kafir (murtad) dari agamanya, dan dia juga tidak akan makan dan minum. Ibunya mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah mewasiatkan padamu untuk berbakti pada kedua orang tuamu, dan aku adalah ibumu. Saya perintahkan padamu untuk berbuat itu (memerintahkan untuk murtad).”
Sa’ad mengatakan, “Lalu Ummu Sa’ad diam selama tiga hari kemudian jatuh pingsan karena kecapekan. Kemudian datanglah anaknya yang bernama ‘Amaroh, lantas memberi minum padanya, namun ibunya lantas mendoakan (kejelekan) pada Sa’ad. Lalu Allah menurunkan ayat,
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya” (QS. Al ‘Ankabut: 8). Dan juga ayat,
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku” (QS. Lukman: 15), yang di dalamnya terdapat firman Allah,
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
“Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik” (QS. Lukman: 15). Lalu beliau menyebutkan lanjutan hadits.
Karenanya, tidak ada ketaatan kepada kedua orang tua dan selainnya dalam melakukan kesyirikan, kemungkaran, bid’ah, kesesatan, dan maksiat. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُطِيعُوا أَمْرَ الْمُسْرِفِينَ , الَّذِينَ يُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ وَلَا يُصْلِحُونَ
“Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan” (QS. Asy Syu’ara: 151-152).
وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS. Al Kahfi: 28).
Juga dalam hadits disebutkan,
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat)” (HR. Bukhari no. 7257).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat” (HR. Bukhari no. 7144).
Oleh sebab itu, adapun etika atau adab kita sebagai Muslim terhadap orang tua yang Non Muslim adalah dengan tetap mentaatinya dalam kebaikan, dengan memperhatikan batasan-batasan tertentu khususnya dalam hal syariah.
Artikel ini ditulis oleh: