Impor beras dan kedaulatan pangan. (ilustrasi/aktual.com)

*Oleh: Marthen Y. Siwabessy

Jakarta, Aktual.com – Kebijakan import beras dari Thailand dan Vietnam yang dilakukan Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menjadi polemik di tengah masyarakat. Saling lempar komentar antar lembaga pemerintahan yakni Kementerian Perdagangan dengan Badan Urusan Logistig (BULOG) telah menimbulkan keresahan, pasalnya kedua institusi ini saling lempar opini dan saling menyerang antara satu terhadap yang lainnya karena merasa satu sama lain merasa paling benar terkait kebijakan import tersebut.

Tak hanya meresahkan masyarakat, lembaga pemerintahan yang seharusnya mengedepankan data sebagai faktor penunjang kebijakannya malah berpolemik secara terbuka dengan pernyataan-pernyataan yang kurang etis dihadapan publik. Seharusnya sebagai lembaga pemerintahan, Bulog dan Kementerian Perdagangan harus bisa meredam perbedaan pendapat.

Namun justru sebaliknya perbedaan pendapat tersebut secara telanjang diungkap dan dilemparkan ke tengah-tengah masyarakat. Hal ini memberikan deskripsi dengan jelas bahwa Pemerintah saat ini berjalan tanpa komando yang jelas sehingga memunculkan pertanyaan dibenak kita, dimana Presiden Republik Indonesia saat terjadi kekacauan komunikasi dan kordinasi antar lembaga pemerintahan seperti ini…???

Konflik antar lembaga pemerintah ini bukan sekali ini saja terjadi, jika dahulu hanya sebatas waktu pelaksanaan import, dan kuota import. Namun kini lebih ekstrim, dimana Kementerian Perdagangan menyatakan butuh import,sementra BULOG menyatakan tidak butuh import.

Polemik tersebut muncul lantaran pemerintah belum dapat mengendalikan kebijakan nasional terkait kebutuhan pangan dalam negeri, akibatnya konflik antar instansi yang mengurusi masalah kebutuhan pangan sering terjadi. Makanya cukup wajar jika masyarakat luas memandang dengan persepsi negatif terhadap kebijakan import beras, kedelai, gula, terigu, dan lain-lainnya.

Seharusnya dalam kondisi saat ini pemerintah bisa meningkatkan sinergitas dan koordinasi, bukan justru menciptakan polemik yang kontraproduktif. Apalagi hal ini menyangkut kebijakan strategis seperti import beras. Pemerintah harus betul betul melakukan koordinasi internal secara matang dan komprehensif, sehingga dengan demikian informasi apapun yang diterima oleh masyarakat bisa satu suara dan terkoordinir dengan baik.

Selain itu, akibat polemik import beras yang berlarut-larut seperti ini dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian terkait langkah strategis yang diambil oleh pemerintah. Ketika langkah strategis dari pemerintah menjadi tidak pasti, maka segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar tetap bisa menjaga stabilitas harga, mampu menjaga confidence bisnis, kondisi bisnis dan sebagainya malah menjadi kontraproduktif. Tak tertutup kemungkinan polemik import kebutuhan pangan ini dapat menggerus kepercayaan publik.

Namun terlepas dari siapa yang benar atau salah, Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia untuk segera melakukan penyelidikan terkait rencana import beras yang terindikasi direncanakan dengan cara-cara yang diluar prosedur standart proses import pangan untuk memenuhi kebutuhan beras nasional.

Seperti diketahui berdasarkan pemberitaan yang sudah tersebar luas bahwa stok beras BULOG masih aman dan perkiraan cuaca tahun ini sangat bagus sehingga rencana panen raya di mayoritas wilayah di Indonesia berjalan sesuai dengan rencana.

Berdasarkan berbagai pemberitaan tersebut, kami menduga telah terjadi praktek KKN antara pihak Kementerian Perdagangan dengan kartel import pangan terkait diterbitkannya persetujuan import komoditi beras pada saat panen raya beras sudah tinggal menunggu waktu saja.

Dugaan kami ini juga didukung dengan data hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) yang menemukan fakta bahwa proses penerbitan persetujuan import beras tersebut tidak dilakukan dengan dokumen persyaratan import yang lengkap. Selain itu penerbitan persetujuan import yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan tidak melalui pembahasan dalam Rapat Koordinasi dan tanpa rekomendasi dari kementerian teknis terkait.

Untuk itu Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD) mengajukan permohonan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi RI (KPK RI) untuk segera melakukan Penyelidikan dan/atau Penyidikan serta memanggil dan memeriksa berbagai pihak yang terkait dalam permasalahan import beras yang patut diduga telah menjadi sarang KKN di bidang kebutuhan pangan dalam negeri.

Kami meyakini bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi RI (KPK RI) adalah lembaga yang memiliki integritas tinggi dalam melaksanakan upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan praktek persekongkolan jahat yang kerap dilakukan oleh para pengambil keputusan di negara ini.

*Penulis adalah Direktur Eksekutif Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD)

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan