Jakarta, Aktual.com — Di tengah bertumpuk permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi, sebuah kesempatan berharga bernama “bonus demografi” terbuka bagi bangsa kita. Bonus demografi adalah sebuah situasi dari perkembangan demografi, dimana suatu negara berada pada kondisi yang paling ideal bagi upaya-upaya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kondisi yang tidak semua negara menikmatinya ini terjadi saat proporsi penduduk usia kerja meliputi sekitar dua pertiga dari keseluruhan penduduk dimana usia tergantung masih rendah dan usia lansia belum berkembang menjadi besar. Kondisi ini merupakan resultan dari berbagai upaya pemerintah dalam sebuah proses pergeseran angka kelahiran dan kematian dalam kurun waktu yang panjang.
Tiga dekade sejak tahun 1970 pemerintah Indonesia berhasil menekan pertumbuhan penduduk pada kisaran 2,4 persen, meskipun masih di atas target nasional 2,1 persen. Menurut ahli demografi Muhadjir Darwin, keberhasilan Indonesia menekan fertilitas tersebut menyebabkan Indonesia memasuki era bonus demografi sejak tahun 2000 dan bergerak menuju terbukanya jendela kesempatan (window of opportunity) selama satu dekade mulai tahun 2020, sebelum pelan-pelan menutup kembali pasca 2030 saat rasio penduduk usia tergantung meningkat karena jumlah penduduk usia lansia yang membesar.
Masalahnya, window of opportunity untuk memacu pembangunan ini menurut teori hanya terjadi sekali dalam sejarah demografi suatu bangsa, dan jika sudah terlampaui (menutup) maka akan sulit untuk dikembalikan lagi. Negara-negara lain seperti Singapura, China, Jepang, dan negara-negara industri (Eropa) telah melewati kesempatan emas bonus demografi ini. Di negara-negara tersebut angka ketergantungan tinggi bukan karena angka fertilitas yang tinggi, namun lebih karena jumlah usia lansia yang telah meningkat pesat. Negara seperti Belanda telah menjadi negara para Lansia, sehingga permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya tenaga kerja produktif yang biasanya dipasok oleh para imigran.
Harapan baru ditawarkan oleh lembaga supreme auditor pemerintah yang mulai berfikir kedepan serta antisipatif terhadap perubahan-perubahan kebijakan. Dalam berbagai kesempatan, Harry Azhar Azis menekankan pentingnya peran BPK untuk mendorong pencapaian kesejahteraan rakyat melalui berbagai jenis pemeriksaan. Reformasi BPK mulai melangkah “beyond” isu pemberantasan korupsi, akuntabilitas dan transparansi. Melalui jenis pemeriksaan kinerja yang menekankan pada konsep Ekonomi, Efisiensi, Efektifitas, serta increasing insight dan facilitating foresight, BPK bergerak melampaui paradigma output sebagai hasil langsung dari pelaksanaan anggaran sebagaimana secara tradisional dilakukan melalui jenis pemeriksaan keuangan.
Memang, dalam bahasan Input-Proses-Output-Outcome-Impact, dampak (impact) dipengaruhi oleh banyak variabel dan melibatkan multi-instansi dan anggaran serta memerlukan jangka waktu yang relatif panjang. Saat membahas Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terkait isu bonus demografi, maka indikator-indikator makro untuk mengukur kemajuan sosial sebuah negara seperti Indeks harapan hidup, indeks pendidikan, dan indeks standar hidup layak memiliki pengaruh yang signifikan. Ukuran-ukuran tersebut biasanya lebih kompleks, karena berada di wilayah hilir dari tantangan- tantangan di hulu berupa perubahan budaya dan perilaku masyarakat. Bukankah kultur banyak anak di beberapa kelompok masyarakat dan daerah di Indonesia masih ada dan memerlukan solusi rekayasa sosial oleh pemerintah.
Maka, Indikator Kinerja Pembangunan Pemerintah (Daerah) yang diantaranya digunakan untuk mengukur peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), baik secara komposit maupun per-variabel perlu dicermati. Indikator – indikator tersebut diperlukan, karena sangat sensitif dan akurat untuk mengukur perbedaan kesejahteraan sosial antar provinsi/kabupaten/kota, dan bahkan antarnegara. Karena bias ukuran bisa terjadi akibat faktor migrasi, maka Indonesia perlu pula mencermati proses integrasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), agar secara keseluruhan tetap menguntungkan dalam konteks kesempatan bonus demografi ini.
Selain itu, pemerintah harus terus mengupayakan tingkat fertilitas penduduk yang cukup untuk mempertahankan regenerasi sebagai sebuah indikator kinerja, karena akan menjaga angka ketergantungan di era jendela kesempatan. Belajar pada beberapa negara maju yang mengalami lonjakan usia lansia, mereka harus melongggarkan aturan kepemilikan anak atau memberikan insentif untuk meningkatkan pertumbuhan penduduk. Kebijakan baru di China yang memungkinkan penduduk memiliki dua anak memberi konfirmasi, sementara di Singapura, karena angka pertumbuhan penduduk sangat rendah di sekitar angka 0,81 persen, pemerintahnya justeru memberikan insentif agar pasangan baru mau memiliki anak.
Windows of opportunity dapat menjadi kenyataan hanya dengan syarat-syarat, yaitu SDM memiliki kualitas tinggi dan terserap pasar kerja, adanya tabungan rumah tangga, serta meningkatnya proporsi perempuan memasuki pasar kerja. Sehingga intervensi pemerintah untuk menyambut momen emas ini, diantaranya melalui perkuatan dan peningkatan kualitas SDM untuk mendorong pertumbuhan ekonomi harus dimulai dari sekarang, sebelum rasio ketergantungan meningkat kembali. Konsekuensinya, pemerintah harus terus meningkatkan kualitas pendidikan, kualitas angkatan kerja dan upaya menyalurkannya pada pasar kerja (outcome) termasuk dengan melakukan berbagai rekayasa sosial.
Sehingga, beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas SDM harus tetap dijaga melalui berbagai program dan kegiatan pemerintah, seperti 1.000 hari pertama usia anak-anak, golden age period, kesehatan dan gizi, pendidikan, perlindungan, pengasuhan keluarga, dan peningkatan ekonomi keluarga. Tidak bisa tidak intervensi pemerintah atas masing-masing faktor di atas berlangsung mulus agar tercipta outcome berupa bonus demografi. Oleh karena itu, kebijakan pengawalan BPK atas program kegiatan pemerintah atas pelayanan sosial dasar, kebijakan pendidikan dan peningkatan kualitas SDM melalui jenis pemeriksaan kinerja adalah langkah yang tepat, agar kesempatan bonus demografi menghasilkan benefit yang maksimal bagi terwujudnya kemakmuran rakyat. Sebab jika terlambat mengantisipasi, maka kesempatan emas tersebut bisa saja berubah menjadi “kutukan demografi”.
Ditulis Oleh: Nico Andrianto, staf Litbang Pemeriksaan Kinerja BPK RI.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka