Jakarta, Aktual.com – Dana aspirasi dan dana partai politik dianggap bertentangan dengan nawacita yang diusung kabinet kerja Presiden Joko Widodo.
Disampaikan pengamat politik dari Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti, pengajuan dana aspirasi dan dana parpol merupakan inefesiensi anggaran negara.
“Jelas bertentangan dengan nawacita,” ujar Ray usai diskusi ‘Dana aspirasi jadi dana parpol’ di Cikini, Jakarta, Minggu (28/6).
Kata dia, dana aspirasi ditambah dana parpol jumlahnya bisa mencapai ratusan triliun. Sedangkan kepentingannya untuk kepentingan lingkup Senayan saja. “Sehingga ini merupakan langkah inefesiensi anggaran negara,” ujar dia.
Menurutnya, terkait dana parpol, partai harus berprestasi dulu baru bisa diberikan ‘reward’. Pengajuan dana tersebut menurutnya hanya akal-akalan anggota dewan saja untuk meneruskan menjadi anggota dewan di periode selanjutnya.
Dia pun menilai DPR dengan sengaja memutarbalikkan tafsir Pasal 80 huruf J.
“Mereka (DPR) yang salah tafsir. Mereka sengaja memutarbalikkan tafsir. Mereka mau jadi anggota DPR seumur hidup,” cetusnya.
Ray juga menyebut DPR memaksakan diri dengan membuat tata tertib terlebih dahulu sebelum membuat Undang-Undang. Mestinya, kata dia, tatib dibuat setelah pemerintah sudah setuju.
“Ini tatib dulu baru undang-undang di buat. Mana ada? Ini kan aneh,” katanya.
Jika kemudian dana aspirasi dilegalkan dengan dasar Pasal 80 huruf J, kata dia, maka ada rencana sejumlah aktifiv untuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi, termasuk LIMA.
“Kita tunggu dulu, sekarang keliatannya presiden menolak, kalau presiden menolak tentu tidak berjalan. Karena tak ada yang menggugat pasal itu. Pasal itu nggak salah. DPR berhak mengusulkan yang salah tafsiran kewajiban negara menganggarkan 20 miliar, itu yang masalah,” ujar dia.
Artikel ini ditulis oleh: