Ilustrasi Kripto

Jakarta, Aktual.com – Interpol telah mengeluarkan red notice untuk pengembang token kripto Terra LUNA dan TerraUSD Do Kwon pada Senin (27/9). Nilai kedua kripto ini anjlok pada Mei lalu yang membuat banyak investor rugi besar.

Dikutip dari TechCrunch, Senin (26/9), Jaksa Korea Selatan mengatakan Kwon menghadapi dakwaan atas hilangnya dana investor di dua token kripto yang dikembangkannya.

Interpol meminta lembaga penegak hukum di seluruh dunia untuk menemukan dan menangkap pendiri Terraform Labs yang startup blockchainnya runtuh awal tahun ini dan merugikan US$40 miliar dana investor.

Nilai Terra LUNA dan TerraUSD anjlok hingga mendekat US$0 pada Mei lalu karena hilangnya kepercayaan investor terhadap fundamental token kripto itu. Dana investor yang ada dalam token itu pun menguap begitu saja.

 

Jaksa Korea Selatan telah meningkatkan penyelidikan mereka ke Do Kwon dalam beberapa pekan terakhir. Awal bulan ini, Jaksa Korea Selatan menuduh Do Kwon tidak kooperatif, dan melarikan diri.

Mereka meminta Interpol, organisasi kepolisian global, untuk mengeluarkan pemberitahuan merah untuk Kwon awal bulan ini.

Kwon, dengan persetujuan dari komunitas Terraform, menghidupkan kembali proyek crypto, tetapi ia menghindari apa yang disebut komponen stablecoin algoritmik untuk saat ini. Depegging TerraUSD (UST), stablecoin perusahaan sebelumnya, mendorong jatuhnya token LUNA saat mereka saling terkait.

Runtuhnya token LUNA juga berkontribusi pada kebangkrutan Three Arrows Capital, yang pernah menjadi dana lindung nilai kripto profil tinggi. Hancurnya nilai kedua token kripto itu juga sangat berdampak pada sejumlah pemberi pinjaman crypto termasuk BlockFi dari siapa ia telah meminjam miliaran dolar.

Korea Selatan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Do Kwon awal bulan ini, dan menjadi sebuah langkah yang membuat banyak investor menjual posisi mereka di token Luna yang dihidupkan kembali.

“Kami sedang dalam proses membela diri di berbagai yurisdiksi – kami telah memegang teguh integritas yang sangat tinggi, dan berharap untuk mengklarifikasi fakta selama beberapa bulan ke depan,” kata Kwon dalam tweet bulan ini.

Sementara itu, Kritik terbaru terkait bahaya uang kripto atau cryptocurrency semakin bergema. Teranyar, seorang deputi gubernur Bank sentral India atau Reserve Bank of India (RBI) menyebut cryptocurrency mirip skema Ponzi atau bahkan lebih buruk lagi dan menyarankan pelarangan untuk kripto.

 

“Kami telah melihat cryptocurrency tidak dapat didefinisikan sebagai mata uang aset atau komoditas. Ini tidak memiliki arus kas yang mendasarinya, mereka tidak memiliki nilai intrinsik. Mirip dengan skema Ponzi dan bahkan mungkin lebih buruk,” kata T. Rabi Sankar, dikutip dari Reuters, Ahad (25/9).

 

 

Sementara itu bursa kripto dan para investor telah adu argumen mengenai regulasi cryptocurrency sebagai aset. Selain itu pengumuman anggaran pemerintah baru-baru ini untuk keuntungan pajak dari sana, telah meningkatkan harapan kripto tidak akan dilarang.

 

Namun, Sankar menolak saran koin kripto harus diatur. Dia dengan tegas untuk melakukan pelarangan secara langsung.

 

“Cryptocurrency bukanlah mata uang atau aset keuangan atau aset nyata atau bahkan aset digital. Oleh karena itu tidak bisa diatur oleh regulator sektor keuangan manapun. Tidak mungkin mengatur yang tidak bisa didefinisikan,” jelasnya.

 

“Semua faktor tersebut mengarah pada kesimpulan melarang cryptocurrency mungkin merupakan pilihan paling disarankan untuk India,” ucapnya.

 

Menurutnya, Kripto dikembangkan sebagai cara melewati sistem keuangan yang diatur. Sehingga, dia tidak menerima argumen soal kripto harus diizinkan sebagai jalan perkembangan teknologi Blockchain.

 

Menurutnya, Blockchain masih bisa dipromosikan walaupun kripto dilarang. Sankar menambahkan sifat kripto yang anonim serta sistem terdesentralisasi membuatnya menarik untuk transaksi ilegal dan tidak sah.

 

“Ini mungkin untuk mempertahankan Blockchain tanpa kripto asli jika transaksi diautentikasi secara terpusat,” ungkap Sankar.

Melansir situs Otoritas Jasa Keuangan (OJK), skema ponzi adalah modus investasi palsu di mana keuntungan seorang investor dibayarkan dari uang yang diinvestasikan investor berikutnya, bukan dari keuntungan yang dihasilkan dari menjalankan bisnis. Skema ini akan macet ketika pertambahan jumlah investor kecil.

 

Skema ini dicetuskan oleh Charles Ponzi dari Italia, yang kemudian menjadi terkenal pada tahun 1920. Praktik investasi bodong dengan skema Ponzi sudah banyak terjadi di Indonesia sejak tahun 1990-an. Berikut beberapa contoh penawaran investasi dengan skema Ponzi yang ada di Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin