
Jakarta, aktual.com – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menandatangani nota kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MOU) tentang Penyerahan Hasil Kajian Ombudsman Republik Indonesia Terkait Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial Terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) Purna, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (20/12) kemarin.
Secara garis besar, MOU tersebut berisi tentang kesepakatan peningkatan kualitas pelayanan publik, Ruang lingkup pelindungan PMI, percepatan proses laporan masyarakat, Pengawasan maladministrasi, pengelolaan perputaran data dan Kajian peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Termasuk juga didalamnya pendampingan berkala, serta kegiatan-kegiatan lain yang disepakati oleh BP2MI dengan Ombudsman RI.
Deputi Bidang Penempatan Dan Pelindungan Kawasan Eropa Dan Timur Tengah, Irjen (Pol) Achmad Kartiko mengatakan kesepakatan kerja sama ini penting karena BP2MI sendiri adalah lembaga pemerintah dengan wewenang yang besar, tetapi terbatas pada anggaran dan sumber daya.
“Kontribusi PMI terhadap devisa negara sebesar Rp 159.6 triliyun per tahun. Sektor PMI masuk dalam 5 besar penghasil devisa di antara sektor pariwisata, ekspor, serta migas. Tidak mungkin BP2MI sendirian menyelenggarakan pelindungan kepada 4.4 juta PMI yang tercatat, maupun 4.5 juta PMI yang berangkat tidak prosedural,” ungkapnya dalam keterangan tertulis.
Kartiko menambahkan jika selama ini BP2MI telah berupaya untuk membagi tugas dan wewenang kepada Kementerian/Lembaga pemerintah, bahkan pada ujung tombak daerah asal PMI.
“Sosialisasi kepada mitra strategis terus kami lakukan dalam memerangi penempatan PMI melalui jalur ilegal. Terhitung pada awal Desember 2022, BP2MI telah mencapai 258 kesepakatan kerja sama yang terdiri dari, 140 pemerintah daerah, 80 lembaga pendidikan, 33 pemerintah pusat, serta 5 organisasi internasional,” ujar Kartiko.
Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih menyatakan MOU ini memenuhi harapan Presiden RI terkait pelindungan PMI. Diantaranya soal koordinasi dan sinkronisasi antar stakeholder dapat melahirkan solusi atas masalah tumpang tindih kewenangan pelindungan PMI.
“Adapun ketimpangan hubungan antar pemerintahan pusat, adalah masalah ego sektoral. Semua pihak merasa paling berwenang, sekaligus saling melempar tanggung jawab. Dengan MOU, kita dapat mendeteksi masalah, apakah dari komunikasi, alur proses, atau koordinasi yang lemah,” pungkas Najih.
Artikel ini ditulis oleh:
Megel Jekson