Jakarta, Aktual.com – Volume ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) dan turunannya pada 2016 mencapai 25,7 juta ton atau turun sekitar dua persen dibanding 2015 yang mencapai 26,2 juta ton karena dipengaruhi fenomena cuaca El Nino pada akhir 2015.
“Di akhir 2015, produksi buah sawit menurun akibat kekeringan El Nino selama 2015. Dari segi volume ekspor memang turun dua persen karena produksi juga menurun sekitar 7 sampai 30 persen,” kata Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit Bayu Krisnamurthi pada konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/1).
Bayu menjelaskan meski volume eskpor CPO, minyak kelapa sawit kernel (PKO) dan turunannya menurun dua persen, nilai ekspor sawit 2016 mencapai 17,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp240 triliun atau naik delapan persen dibandingkan 2015 yang hanya mencapai 16,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp220 triliun.
Kenaikan nilai eskpor ini disebabkan oleh kenaikan harga CPO global sebesar 41,4 persen sepanjang 2016, dengan perbandingan harga CPO pada Juni 2015 sebesar 535 dolar AS/ton, Januari 2016: 558 dolar AS/ton dan Desember 2016: 789 dolar AS/ton.
Namun demikian, BPDP mengingatkan agar eksportir jangan sampai lengah dengan harga CPO terakhir yang dinilai terlalu tinggi tersebut karena bisa mengurangi daya saing Indonesia di pasar minyak nabati secara keseluruhan.
“Kita tahu minyak sawit Indonesia itu bersaing dengan minyak kedelai sehingga kalau harga minyak sawit terlalu dekat dengan harga kedelai, maka daya saing kita menurun,” kata Bayu.
Selain itu, terjadinya hilirisasi produk ekspor sawit Indonesia yang bernilai tambah tinggi juga turut memengaruhi kenaikan nilai ekspor. Sebagai contoh, produk minyak goreng (RBD palm oil) dalam kemasan dan bermerk Indonesia, RBD palm kernel olein dan RBD palm kernel stearin berhasil meningkatkan volume ekspor sebesar 22 persen.
Selama 2016, ekspor produk hilir sawit telah mencapai 75,6 persen dari total ekspor sawit Indonesia.
BPDP menyatakan Indonesia sebagai “global market leader”, yakni negara dengan total ekspor dan ISPO terbesar di dunia yang dicapai melalui dua strategi, yakni implementasi program B20 diesel.
Program B20 diesel adalah kewajiban mencampur 20 persen biodiesel sawit pada setiap minyak diesel (solar) yang dijual. Strategi kedua yakni dengan mengaktifkan secara penuh pemanfaatan dana sawit melalui BPDP, baik untuk mendukung program B20 maupun program strategis lain, seperti peremajaan kebun sawit rakyat, riset sawit, pendidikan dan latihan petani sawit serta promosi dan diplomasi sawit.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan