Jakarta, Aktual.com –Badan Pemeriksa Keuangan telah merampungkan audit kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan memberikan sejumlah catatan penting dalam upaya mendukung peningkatan energi baru dan terbarukan di Indonesia.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan masih terdapat permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian Kementerian ESDM untuk segera diperbaiki,” kata Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara IV BPK Isma Yatun dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Pemeriksaan BPK, lanjut dia, selaras dengan upaya untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dengan memastikan akses terhadap energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern bagi semua.
Pertama, pemeriksaan terhadap Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) minyak dan gas bumi tahun 2019.
Dalam laporan itu, BPK memberikan sejumlah catatan mulai dari penetapan tarif dan review tarif pengangkutan gas bumi berlarut-larut dan penerapan tarif pengangkutan belum sesuai ketentuan, hingga aplikasi pada Direktorat BBM dan Direktorat Gas Bumi yang masih belum terintegrasi.
“Validitas dan reliabilitas data yang ada dalam aplikasi masih kurang memadai karena tidak update,” kata Isma Yatun.
Kedua, pemeriksaan BPK terhadap dana perkebunan kelapa sawit untuk penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel pada 2018 hingga semester pertama 2020.
Dalam laporan itu, BPK menggarisbawahi denda sanksi administrasi dari kegiatan penyaluran bahan bakar nabati tahun 2018 yang belum diterima senilai Rp821,88 miliar dan potensi denda tahun 2019-2020 senilai Rp400,17 miliar.
Selanjutnya, pola distribusi penetapan ongkos angkutan biodiesel murni yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan juga belum mendapatkan jaminan kualitas ketepatan waktu, ketersediaan stok, serta memperoleh harga yang lebih menguntungkan bagi negara.
Ketiga, pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan PNBP dan perizinan mineral batu bara tahun 2019.
Dalam laporan pemeriksaan tersebut, BPK memberikan catatan tentang areal terganggu pada kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dan sarana prasarana penunjang tiga perusahaan belum didukung Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 1.021,75 hektare dengan potensi PNBP Penggunaan Kawasan Hutan senilai Rp82,46 miliar.
Selain itu, penerimaan PNBP tahun 2019 dari 10 perusahaan mineral batu bara dianggap masih kurang, yakni hanya senilai 34,77 juta dolar AS dan Rp205,38 miliar.
Keempat, BPK memeriksa kinerja atas efektivitas kegiatan pembangunan jaringan gas kota dan stasiun pengisian bahan bakar gas tahun 2015 hingga semester pertama 2020.
Dalam laporan pemeriksaan tersebut, BPK menyatakan bahwa Kementerian ESDM belum memiliki peta jalan yang jelas dan terukur dalam upaya percepatan pemanfaatan gas alam untuk sektor rumah tangga, pelanggan kecil, dan transportasi.
Kemudian, aktivitas monitoring dan evaluasi dalam kegiatan pembangunan jaringan gas dan SPBG belum dapat menilai outcome untuk mendukung tujuan pemerintah dalam pemanfaatan gas alam pada sektor rumah tangga, pelanggan kecil, dan transportasi.
“Kelemahan-kelemahan itu apabila tidak segera dibenahi bisa mempengaruhi efektivitas pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran terkait yang telah ditetapkan dalam RPJMN,” kata Isma Yatun.
Salah satu program prioritas nasional dalam RPJMN 2020-2024 adalah memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan.
“Keempat pemeriksaan BPK tersebut dilakukan untuk mendukung pencapaian target nasional terutama program prioritas pemenuhan kebutuhan energi dengan mengutamakan peningkatan energi baru dan terbarukan, penguatan pilar pertumbuhan, serta daya saing ekonomi,” ujar Isma Yatun.
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra