Jakarta, Aktual.com – Badan Pemeriksa Keuangan pada sebulan yang lalu Mei 2020 mengungkapkan permasalahan dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap tujuh bank.
BPK menilai OJK telah lalai dalam melakukan pengawasan, antara lain terkait penggunaan fasilitas modal kerja debitur, hapus buku kredit, hingga rekomendasi untuk melakukan koreksi pada kinerja keuangannya.
Temuan ini merupakan hasil audit BPK terhadap pelaksanaan pengawasan bank umum yang diselenggarakan OJK pada 2017-2019 dan termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2019.
Adapun 7 bank tersebut yakni:
1. PT Bank Tabungan Negara Tbk
OJK dinilai tidak melakukan pengawasan sesuai ketentuan, terkait penggunaan fasilitas modal kerja debitur inti pada BTN. Akibatnya, penyimpangan ketentuan pemberian kredit oleh bank BUMN ini rawan tidak terdeteksi OJK.
Adapun BTN sepanjang tahun lalu mencatatkan penurunan laba hingga 92,5% dari Rp2,8 triliun pada 2018 menjadi Rp298,26 miliar. Rasio kredit bermasalah atau NPL perseroan membengkak dari 2,81% menjadi 4,78%.
Akibatnya, perusahaan harus menaikkan penyisihan kerugian penurunan nilai aset keuangan perusahaan naik dari Rp 1,71 triliun pada 2018 menjadi Rp 3,48 triliun.
BTN juga mencatatkan penyaluran kredit hanya tumbuh 6,26% menjadi Rp 249,7 triliun, melambat dibandingkan pertumbuhan 2018 yang mencapai 19,14%. Sementara rasio kecukupan modal atau CAR turun dari 18,21% menjadi 17,32%.
2. PT Bank Yudha Bhakti Tbk
OJK dinilai tak melakukan pengawasan sepenuhnya pada pelaksanaan hapus buku kredit Bank Yudha Bhakti. BPK pun menilai terdapat risiko pelanggaran terkait aksi korporasi tersebut.
Bank milik Koperasi Mabes TNI mencatatkan rasio NPL pada akhir tahun lalu turun signifikan dari 15,75% pada 2018 menjadi 4,32%. Sedangkan penyaluran kredit turun dari Rp3,94 triliun menjadi Rp3,83 triliun.
Bank ini pun mampu mencatatkan laba bersih sepanjang tahun lalu sebesar Rp19 miliar, membaik dibandingkan rugi bersih pada 2018 yang mencapai Rp136,6 miliar. Sementara rasio kecukupan modal tercatat 29,35%, naik dibandingkan tahun sebelumnya 19,47%.
3. PT Bank Mayapada Internasional Tbk
OJK meluluskan tes kemampuan dan kepatutan seorang direksi tanpa pertimbangan pelanggaran penandatangan kredit pada Bank Mayapada.
OJK juga dinilai lalai mengawasi underlying transaction terkait aliran dana rekening debitur menjadi deposito atas nama komisaris utama pada bank tersebut.
Bank Milik Dato Sri Tahir ini mencatatkan laba bersih sepanjang tahun lalu Rp556 triliun, naik dibanding tahun sebelumnya Rp517 miliar.
Penyaluran kredit tumbuh 9,45% menjadi Rp 71,88 triliun, sedangkan rasio NPL turun dari 5,54% menjadi 3,85%. Sementara itu, CAR naik dari 15,82% menjadi 15,18%.
4. PT Bank Muamalat Tbk
OJK tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan koreksi atas nonperforming loan/NPL, cadangan kerugian penurunan nilai/CKPN, dan/atau kewajiban penyediaan modal minimum sesuai hasil pemeriksaan.
Akibatnya, status pengawasan Bank Muamalat hingga 2019 dinilai tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Bank syariah pertama di Indonesia ini mencatatkan laba bersih sepanjang tahun lalu hanya mencapai Rp 16 miliar, turun dari 2018 sebesar Rp 46 miliar.
Rasio pembiayaan bermasalah atau NPF gross Bank Muamalat naik dari 3,87% menjadi 5,22%, sedangkan NPF nett naik dari 2,58% menjadi 4,3%. Sementara itu, rasio kecukupan modal tercatat naik tipis dari 12,34% pada 2018 menjadi 12,42%.
5. PT Bank Bukopin Tbk
OJK tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan koreksi atas nonperforming loan/NPL, cadangan kerugian penurunan nilai/CKPN, dan/atau kewajiban penyediaan modal minimum sesuai hasil pemeriksaan.
Akibatnya, status pengawasan Bank Bukopin pada 2017 tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Bukopin mencatatkan laba bersih pada tahun lalu sebesar Rp166 miliar, naik dibanding 2018 sebesar Rp64,37 miliar.
Penyaluran kredit hanya tumbuh 2,4% menjadi Rp71,19 triliun. Rasio NPL gross masih menanjak dari 5,23% pada 2018 menjadi 5,33%. Sementara CAR turun dari 13,29% menjadi 12,59%.
6. PT BPD Banten Tbk
OJK juga dinilai tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan koreksi atas nonperforming loan/NPL, cadangan kerugian penurunan nilai/CKPN, dan/atau kewajiban penyediaan modal minimum sesuai hasil pemeriksaan.
Akibatnya, status pengawasan Bank Banten per Desember 2018 tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Adapun saat ini, Bank Banten tengah berada dalam proses merger dengan PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk lantaran mengalami permasalahan modal dan likuiditas.
Bank yang dulu dimiliki Sandiaga Uno ini pada tahun lalu tercatat merugi Rp137,55 miliar. Kerugian tersebut, membengkak dibandingkan dengan rugi bersih tahun sebelumnya senilai Rp100,13 miliar.
Rasio kecukupan modal bank berkode saham BEKS ini pada akhir tahun lalu juga hanya mencapai 9,01% atau berada di bawah rasio sesuai profil risiko berdasarkan aturan OJK sebesar 10%.
7. PT BPD Papua
OJK tidak sepenuhnya mengawasi sesuai ketentuan terkait perubahan tingkat kolektabilitas kredit BPD Papua. Auditor negara pun menyebut ada indikasi dugaan fraud perubahan data core banking pada Bank papua yang tidak diselesaikan tuntas dan berpotensi terulang kembali.
Sepanjang tahun lalu, Bank Papua membukukan laba bersih Rp168,49 miliar atau anjlok dibanding 2018 sebesar Rp362,8 miliar. Padahal, penyaluran kredit masih tumbuh 13,5% menjadi Rp 16,06 triliun.
Namun, rasio NPL gross turun dari 7,45% menjadi 5,05% dan NPL nett turun dari 2,44% menjadi 2%. Di sisi lain, rasio kecukupan modal turun dari 22,21% menjadi 21,43%.
selanjutnya...