Jakarta, Aktual.com — Badan Pemeriksa Keuangan terus mengeluarkan satu-persatu ‘kuncian’ terkait dengan kasus korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, yang dibeli oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kali ini BPK mengungkapkan bahwa ada penyimpangan dalam pembelian sebagian lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta.
“Sumber Waras sekarang siapa yang isi? Sekarang rumah sakit jalan enggak? Uang negara sudah terpakai tidak? Anda simpulkan sendiri, makanya saya bilang sempurna penyimpangannya. Enggak susah kok investigasi,” kata Anggota Majelis Kehormatan Kode Etik BPK Eddy Mulyadi Soepardi di kantornya, Jumat (15/4).
Dia menyebut, salah satu yang menyebabkan jelasnya penyimpangan itu terlihat dari status lahan yang telah dibeli oleh Pemprov DKI, tetapi saat ini masih digunakan oleh RS Sumber Waras. Terlebih, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK membuktikan ada kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.
“Bukan indikasi, ini sudah realize. Itu fakta. Auditor mengumpulkan fakta. BPK tidak pernah ngomong salah dan benar, tapi melihat fairness, wajar atau tidak.”
Lantas Eddy mempertanyakan pernyataan Ahok yang menyebut hasil audit BPK “ngaco”. “Ngaconya di mana? Saya tidak mengatakan Ahok tidak tahu audit, saya katakan ini secara general, kita harus tahu apa itu audit. Kalau tidak tahu, jadinya ke mana-mana.
Kamis (14/4) kemarin, Kepala Biro Humas dan KSI BPK Yudi Ramdan Budiman menyebutkan, indikasi awal kecurigaan adanya penyimpangan pembelian lahan Sumber Waras yakni dari jenis transaksi dan waktu transaksi yang tidak lazim, yaitu pukul 19.00. (Baca juga:Transaksi Sumber Waras Rp755 Miliar Dilakukan Secara Tunai dan Waktu Tak Lazim, Kenapa?)
Pernyataan Eddy pun selaras dengan pakar hukum pidana dari Univeresitas Padjajaran Prof Romli Atmasasmita. Prof Romli pun meminta KPK untuk menelusuri aliran dana dari pemanfaatan lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
Menurut Romli, meski lahan di RS Sumber Waras telah dibeli oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun tetap saja tanah tersebut masih dimanfaatkan oleh pihak penjual dalam hal ini Yayasan Rumah Sakit Sumber Waras.
“Saya lihat ini bukan hanya selisih (NJOP) tapi bagaimana pemanfaatan tanah setelah akta pelepasan hak yang seharusnya kembali kepada negara tapi masih dikuasai swasta. kemana nilai kemanfaatan dari hasil pemanfatan tanahnya itu. Jadi KPK harus teliti, saya apresiasi KPK, sangat hati-hati KPK,” ujar Romly dala sebuah program televisi swasta, Selasa (12/4).
Belum lagi, soal akta transaksi tanah yang dilakukan oleh pihak yayasan dengan Pemprov DKI, ujar dia jelas bahwa yang disepakati adalah pelepasan hak dan bukan jual beli. Menurut Romli, kesepakatan pelepasan hak antara pihak yayasan dan pemprov lantaran yayasan selama ini menguasai lahan dengan modal hak guna bangunan.
“Aktanya jelas dari saya baca dari depan ke belakang, tidak ada klausa pengusasan tanah setelah akta ditanda tangani, tidak ada klausa si penjual menguasai tanah 2 tahun setelah ditanda tangani akta, kalau sekarang masih dikuasasi penjual siapa yang rugi? siapa yang memanfaatkan hasil dari tanah itu, pasti penjual. Kemana uangnya? masuk ke negara kah karena sudah dilepaskan oleh negara atau masuk ke kantong pribadi kah, ini kpk harus telusuri.”
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu