Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut harus mengevaluasi kinerja dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Bahkan BPN dianggap lembaga yang paling perlu di-revolusi mental oleh Jokowi.
Hal ini dilontarkan oleh salah seorang pengacara, RM Wahjoe A. Setiadi kepada awak media di Jakarta, Jum’at (6/4) kemarin. Wahjoe sendiri menjadi pengacara dari yang menggugat beberapa pihak dalam permasalahan ahli waris tanah.
Menurut Wahjoe, kliennya tengah mendesak BPN untuk merealisasikan putusan pengadilan yang telah inkrah. Putusan bernomor 523/Pdt-G/2001/PN.Jkt.Sel, yang telah berkekuatan hukum tetal (inkrah). Namun hingga kini tidak dilaksanakan keputusan tersebut oleh pemerintah.
Padahal, putusan ini sendiri telah keluar pada belasan tahun lalu, tetapi terkatung-katung hingga kini.
“Kami sudah ke Kementerian Keuangan, sudah dijelaskan bahwa BPN selama ini tidak mengajukan usulan ganti rugi atas kasus No.523/Pdt-G/2001/PN.Jkt.Sel. Padahal sejak 2013 sudah inkrah putusannya,” ungkap Wahjoe.
Ia menduga, saat ini BPN telah menjadi sarang para penyamun, alias menjadi mafia tanah di tanah air. Terlebih, sejumlah pegawai BPN Jakarta yang menjabat saat kasus ini berlangsung, telah menjadi menduduki jabatan di BPN pusat.
Wahjoe berharap Presiden Jokowi membenahi BPN dan mengawasi serta memerintahkan agar pelaksanaan kasus ini dilaksanakan sungguh-sungguh.
“Tersendat-sendatnya kasus ini menciderai Nawacita Pak Jokowi tentang penegakkan hukum. Kasihan Pak Jokowi karena nila setitik rusak Nawacitanya,” tukasnya.
Dugaan ini bukan tanpa dasar, karena Wahjoe telah meminta keterangan langsung kepada BPN. Ia menambahkan, selama ini pihaknya tidak sekalipun mendapat surat pemberitahuan terkait masalah ini dari BPN.
Ia menyatakan, terakhir kali ia menyambangi BPN adalah pada 3 April 2018 lalu.
“Saya di-pingpong kanan kiri. Jawaban BPN karena banyak yang mengaku-ngaku sebagai kuasa hukum ahli waris. Kalau kerja BPN benar, tinggal lihat website Mahkamah Agung sudah jelas itu siapa. Mudah tolak mereka,” tegas Wahjoe.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan