Namun terdapat indikasi perbedaan jika mengacu kepada pengakuan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang telah menyampaikan bahwa dalam tiga bulan (Juli –  September) terjadi PHK sekitar 50.000 jiwa.

Presiden KSPI, Said Iqbal melihat tren PHK itu terus melaju seiring belum kunjung pulihnya keterpurukan ekonomi nasional. Iqbal sediri mensinyalir gelombang PHK itu tidak terlepas dari Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 yang menetapkan standar upah dibawah kewajiban. Karenanya hal ini sangat berkorelasi dengan penurunan daya beli.
“Dari data KSPI menjelaskan, bahwa dari sektor industri offline terjadi pemutusan hubungan kerja sebanyak 50.000 orang. Sedangkan penyerapan kerja baru di bidang online hanya 500-an orang,” kata Said Iqbal secara tertulis yang diterima Aktual.com Jumat (6/10).
Berdasarkan data yang dihimpun KSPI, PHK di sektor energi/pertambangan terjadi beberapa perusahaan seperti PT Indoferro (1.000), PT Indocoke (750), PT Smelting (380), PT Freeport (8.100).
Di industri garmen ada PT. Wooin Indonesia, PT Star Camtex, PT Good Guys Indonesia, PT Megasari, PT GGI, total kurang lebih 3.000. Kemudian di industri farmasi dan kesehatan antara lain PT Sanofi/Aventis (156), PT Glaxo (88), PT Darya Varia (40), PT Rache (400), PT Tempo Scan Pasific 95 orang.

 

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta