Medan, Aktual.com – Badan Restorasi Gambut dan Mangrove melaporkan kerusakan ekosistem mangrove Indonesia kategori kritis mencapai 637.000 hektare sehingga perlu perhatian dan dukungan dari semua pihak termasuk pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat luas, dalam merehabilitasinya

“Kerusakan ekosistem mangrove yang masih cukup besar itu pula yang melatarbelakangi penambahan mandat BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove) di akhir tahun 2020,” ujar Sekretaris BRGM Dr Ayu Dewi Utari, Rabu (14/7).

Menurut dia dalam Sosialisasi Percepatan Rehabilitasi Mangrove Provinsi Sumatera Utara secara virtual dipantau di Medan, sesuai Perpres No 120 Tahun 2020, BRGM akan melakukan rehabilitasi mangrove di sembilan provinsi selama empat tahun sampai 2024.

Ia menyebutkan dari sembilan provinsi itu, salah satunya adalah Sumut yang tercatat memiliki luas areal mangrove dengan kriteria rusak kritis yang juga cukup luas.

Hingga 2024, katanya, target indikatif rehabilitasi mangrove di Sumut sekitar 37.000 hektare (ha) .

Dari total 37.000 ha itu, target tahun 2021seluas 11.600 ha dengan sekitar 5.000 ha akan dilaksanakan BRGM bersama Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Wampu Sei Ular.

Sedangkan sisanya atau 6.600 ha, dilaksanakan bersama BPDASHL Asahan Barumun.

Kegiatan rehabilitasi mangrove yang dilakukan BRGM di tingkat tapak akan dilakukan oleh masyarakat melalui penanaman bibit mangrove, termasuk pada areal tambak.

Kegiatan di areal tambak, menurut Ayu, banyak mengalami penolakan dari pemiliknya.

“Penolakan itu karena adanya pemahaman dan ketakutan pemilik tambak akan terjadinya perubahan fungsi kawasan menjadi kawasan hutan atau tanah negara setelah dilakukan rehabilitasi,” ujar Ayu.

Menurut dia, pemahaman itu kurang tepat, karena kegiatan penanaman bibit mangrove di areal tambak, selain dapat mengembalikan fungsi ekologi mangrove juga meningkatkan produktivitas tambak yang lebih ramah lingkungan.

Adapun pola tanam yang ditawarkan BRGM cukup beragam, yaitu tanam murni pada areal rusak total, silvofishery, pengkayaan dan rumpun berjarak.

“Pola tanam yang akan digunakan berdasarkan kondisi mangrove di tingkat tapak,” ujar Ayu. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin