Jakarta, aktual.com – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong pelindungan hak kekayaan intelektual atau paten sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi nasional mengingat pemanfaatan riset dan teknologi yang telah memiliki hak paten dapat mendatangkan keuntungan ekonomi.

Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono mengatakan pihaknya berkeinginan membentuk ekosistem kekayaan intelektual guna mendorong pemanfaatan riset dan inovasi oleh industri dan masyarakat.

“Jadi, ekosistem kekayaan intelektual ini merupakan suatu sistem yang harus kita pahami,” ujarnya dalam seminar bertajuk “Ekosistem Kekayaan Intelektual dalam Pemanfaatan Hasil-Hasil Riset dan Inovasi” yang digelar di Gedung BJ Habibie BRIN, Jakarta, Kamis (13/4).

Agus menerangkan ketidakpahaman tentang kekayaan intelektual dapat berimbas terhadap lemahnya pemahaman dan pemanfaatan kekayaan intelektual, sehingga Indonesia bisa kalah bersaing dengan negara lain.

Dia mencontohkan tentang Samsung dengan Apple yang selalu bersaing ketat karena kedua perusahaan itu punya pemahaman tinggi terhadap kekayaan intelektual.

Sementara Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah bisa memanfaatkan kekayaan alam itu dengan teknologi, riset dan inovasi, sehingga kekayaan intelektual bisa bernilai tambah yang jauh lebih tinggi dan dapat dilindungi dengan hak kekayaan intelektual.

“Jangan sampai Indonesia nanti menjadi negara yang tetap seperti ini dalam middle income trap, yang menghambat kita menjadi negara yang maju,” terang Agus.

Beberapa negara terperangkap dalam middle income trap, tetapi negara-negara yang memiliki pemahaman tinggi terhadap kekayaan intelektual menjadi lebih mudah lepas dari perangkap itu dan masuk ke dalam golongan negara maju dengan didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang mumpuni.

Presiden Joko Widodo sudah menyiapkan berbagai solusi mengenai tingkat pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada produktivitas faktor kapital yang tinggi, yaitu inovasi dan efisiensi. Salah satu pilar dari pertumbuhan ekonomi itu berasal dari teknologi.

Teknologi riset dan inovasi adalah dua sisi keping mata uang yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait satu dengan lainnya, terutama apabila dilindungi dengan kekayaan intelektual.

Oleh karena itu, BRIN, perguruan tinggi, hingga Badan Riset dan Inovasi Daerah memerlukan perlindungan kekayaan intelektual terhadap hasil riset dan inovasi yang mereka ciptakan.

Apabila melihat salah satu indikator kinerja utama dari BRIN adalah seberapa besar efek dari swasta bisa menginvestasikan funding mereka untuk riset. Artinya, selain lembaga riset milik pemerintah, BRIN juga perlu memikirkan bagaimana memfasilitasi lembaga riset milik swasta dalam ekosistem kekayaan intelektual.

“Kekayaan intelektual kelak menjadikan tumpuan dalam pertumbuhan ekonomi di negara kita,” ucap Agus.

Indonesia tidak melarang apabila swasta masih menggunakan paten teknologi dari luar negeri. Apabila riset dan inovasi yang telah memiliki hak paten bisa dimanfaatkan segera, hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia agar paten yang dihasilkan di dalam negeri bisa dimanfaatkan sesegera mungkin oleh industri.

Agus mengatakan saat ini sudah ada peraturan mengenai kekayaan intelektual yang bisa dijadikan sebagai agunan untuk meminjam ke bank. Regulasi itu bisa menjadi dasar perhitungan kekayaan intelektual terhadap valuasi komersial.

Berbagai tempat perhitungan terhadap aset tidak berwujud, kini menjadi sesuatu yang penting. Pada 1975, aset tak berwujud hanya berkisar 17 persen dibandingkan aset yang ada di perusahaan-perusahaan multinasional.

Pada 1985, aset tak berwujud naik menjadi 32 persen dan belakangan ini telah mencapai 90 persen.

“Aset tak berwujud ini merupakan aset yang jauh lebih penting dibandingkan aset yang berwujud. Contoh ,Gojek yang memiliki valuasi aset tak berwujud mencapai Rp257 triliun. Jadi, seberapa penting aset tak berwujud dalam kekayaan intelektual ini merupakan peranan penting di dalam sisi bisnis dan ekonomi,” kata Agus.

Jumlah kekayaan intelektual yang saat ini dimiliki oleh BRIN mencapai 2.389 paten, 352 pencatatan hak cipta, 122 desain industri, 17 perlindungan varietas tanaman, dan 46 merek.

Pada 2022, BRIN sudah mendaftarkan kembali 400 lebih permohonan paten dan tahun 2023, BRIN menargetkan pendaftaran 600 paten baru.

Pelindungan kekayaan intelektual merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan untuk mendukung terciptanya hasil-hasil riset dan inovasi.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Rizky Zulkarnain