Forum Bahtsul Masail Pondok Besuk Fatwakan Sound Horeg Haram

Jakarta, aktual.com – Di tengah gegap gempita musik jalanan dan arak-arakan yang memadati jalan-jalan desa hingga kota kecil di Jawa Timur, fenomena Sound Horeg muncul sebagai simbol baru ekspresi budaya anak muda. Dentuman musik keras dari truk-truk modifikasi ini bukan hanya memekakkan telinga, tapi juga memecah opini publik.

Sebagian melihatnya sebagai bentuk kreativitas dan solidaritas komunitas, sementara yang lain menilainya sebagai bentuk kemunduran moral dan ancaman ketertiban umum. Di antara sorotan publik dan debat sosial, muncul pertanyaan penting: bagaimana agama memandang fenomena ini? Dan sejauh mana budaya lokal memberi ruang bagi ekspresi semacam ini tanpa melukai nilai-nilai etis dan spiritual masyarakat?

Istilah sound horeg sendiri merujuk pada rangkaian sound system berbagai jenis yang dipasang di atas truk, disetel dengan volume tinggi hingga menimbulkan getaran hebat di sekitarnya—sering kali sampai mengguncang bangunan, merontokkan genteng, atau bahkan memecahkan kaca. Dalam praktiknya, iring-iringan sound horeg kerap menjadi bagian dari karnaval atau arak-arakan, yang diwarnai dengan joget massal dari para peserta, baik laki-laki maupun perempuan. Tak jarang, kegiatan semacam ini memunculkan percampuran bebas antara lawan jenis (ikhtilāṭ), tanpa sekat yang jelas, menambah kontroversi dalam pandangan sosial dan keagamaan.

Respons terhadap fenomena ini pun muncul dari berbagai kalangan, khususnya dari institusi keagamaan. Forum Bahtsul Masail yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Besuk, Kabupaten Pasuruan, menjadi salah satu ruang penting yang membahasnya secara mendalam. Dalam putusannya, Rais Syuriah PBNU sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Besuk, KH. Muhibbun Aman Aly, menegaskan bahwa penggunaan sound horeg dihukumi haram, tanpa bergantung pada ada atau tidaknya gangguan suara maupun regulasi dari pemerintah.

“Kami putuskan perumusan dengan tidak hanya mempertimbangkan aspek dampak suara, tapi juga mempertimbangkan mulazimnya (ketetapannya) disebut dengan sound horeg bukan sound system,” jelas Kiai Muhib, Kamis–Jumat (26–27/06/2025).

Putusan ini memperoleh dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua Bidang Fatwa MUI, Prof. Asrorun Niam Sholeh, menyatakan bahwa hasil bahtsul masail tersebut bisa dipahami dengan baik.

“Hasil bahtsul masail tersebut bisa dipahami,” ujar Prof. Niam kepada wartawan, Sabtu (4/7/2025).

“Mengingat ada mafsadah yang ditimbulkan dari aktivitas sound horeg tersebut yang harus dicegah dan itu kontekstual. Karenanya, hukum keagamaan yang ditetapkan harus dipahami utuh lengkap dengan konteksnya,” tambahnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain