Jakarta, Aktual.com — PT Bukit Asam (Persero) Tbk fokus melakukan proses transformasi bisnis dari perusahaan tambang batubara menjadi perusahaan penyedia energi listrik sehingga turut mendukung program program listrik 35.000 megawatt (MW).
“Batubara merupakan energi tak terbarukan atau ‘nonrenewable energy resources’ yang lama-kelamaan akan habis sehingga membuat kelangsungan aktifitas bisnis ke depan kurang menarik, kondisi itu mendorong perseroan melakukan transformasi bisnis namun masih terkait dengan batubara dengan membangun sejumlah pembangkit listrik di mulut tambang,” ujar Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk, Arviyan Arifin di Jakarta, Selasa (24/5).
Arviyan Arifin mengemukakan bahwa perseroan memiliki kemampuan untuk menyediakan energi listrik hingga 5.000 MW, atau sekitar 15 persen dari program listrik pemerintah yang sebesar 35.000 MW.
“Cadangan batu bara perseroan, serta pembebasan lahan untuk membangun pembangkit listrik cukup memungkinkan menyediakan listrik 5.000 MW,” katanya.
Saat ini, lanjut dia, perseroan memiliki pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Banjarsari Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel) dengan kapasitas 2×100 MW yang dijual ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Selanjutnya, Arviyan Arifin mengatakan bahwa pihaknya akan membangun PLTU Sumsel 8 dengan kapasitas 2×620 MW. Kebutuhan lahan untuk PLTU seluas 103 hektar sudah dilakukan 100 persen melalui anak usaha perseroan, PT Huadian Bukit Asam Power (HBAP).
“PLTU Sumsel 8 sudah ‘groundbreaking’, juga penunjukan kontraktor dan pendanaannya. Namun, kita belum bisa memulai karena rencana itu sangat tergantung kepada komitmen PLN untuk membangun transmisi HVDC (high voltage direct current),” katanya.
Namun, lanjut dia, kabar yang beredar PLN menunda pembangunan empat proyek infrastruktur mengenai PLTU Sumsel 8, 9, 10, dan HVDC. Diharapkan, proyek PLTU tetap berjalan sehingga turut mendukung percepatan infrastruktur prioritas.
“Sayang sekali kalau ditunda, PTBA punya potensi cadangan batu bara hingga delapan miliar ton yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan pembangkit listrik. Pembangunan PLTU Sumsel 8 yang dibangun di mulut tambang juga memiliki beban biaya lebih murah dibandingkan membangun PLTU di luar mulut tambang karena bisa terkendala dengan transportasi,” katanya.
Menurut Arviyan Arifin, jika pembangkit listrik dibangun diluar mulut tambang dapat mempengaruhi kualitas batubara dan memakan waktu serta biaya yang lebih tinggi. Namun, kalau diprosesnya di mulut tambang, dan energinya langsung dialirkan ke transmisi listriknya maka tidak mengurangi kualitas batubara.
“Dengan membangun transmisi di mulut tambang, saya yakinan itu lebih efisien,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka