Pengamat Birokrasi dan Pemerintahan, Medrial Alamsyah, Host, Ichan Loulembah, Ahli Ekonomi Pertanian, Bustanul Arifin, Pelaku Usaha Pangan dan Pertanian, Nur Iswan saat menjadi narasumber pada acara diskusi di Jakarta, Sabtu (28/11/2015). Diskusi tersebut membahas tema "Megapa Timpang Data Pertanian?".

Jakarta, Aktual.com – Kinerja perusahaan plat merah di sektor perpanganan sejauh ini masih sangat mengkhawatirkan. Kendati jumlahnya banyak tapi kontribusinya sangat minim.

Selama ini, BUMN pangan tak mampu redam kenaikan harga pangan, ketika stok pangan sedang menipis. Pasalnya, BUMN pangan sendiri tak mampu menciptakan rantai produksi yang hingga kini belum teratasi.

“Saya sebetulnya prihatin. Karena BUMN pangan kita yang saat ini berjumlah kurang lebih ada delapan BUMN justru tidak banyak yang berada di rantai produksi,” tegas pengamat pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, dalam diskusi di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu (17/9).

Kinerja BUMN di dalam negeri justru kebanyakan hanya mengurusi impor pangan ketika terjadi kekurangan stok. Untuk itu, kalau pun nantinya ada wacana holding pangan, sebaiknya harus bisa menyelesaikan masalah di sektor produksi.

“Jangan malah menimbulkan masalah baru. Jadi untuk ke depannya, kalau memang fokus pemerintah mau bikin holding pangan, harus bisa mencakup semuanya. Tidak hanya mengurusi distribusi saja, tapi juga diproduksinya,” cetus Bustanul.

Selama ini di tingkatan produksi pangan, justru yang menghasilkan adalah hanya dari petani saja. Sehingga jika BUMN pangan sudah kuat dalam sisi produksi maka bisa mengurangi stok kekurangan prosuksi.

“Kalaupun kontribusi (BUMN pangan) ada, tapi itu sangat kecil sekali. Selama ini yang produksi siapa? Ya petani. Kalau BUMN pangan kuat, maka kita tidak hanya menjad importir pangan semata,” tegas dia.

Dengan minimnya kontribusi BUMN di sisi produksi, maka sering kali pemerintah lebih memilih buka keran impor ketika pasokan berkurang, bukan malah memperbaiki produksi.

Oleh karena itu, kata Bustanul, wacana pembentukan holding dan super holding bisa saja bermanfaat selama bisa mengatasi aspek produksi. Sebab akan ada kendali untuk menentukan tugas dan fungsi dari BUMN pangan, agar tidak selalu fokus pada impor dan distribusi.

“Kalau holding dibangun, tidak hanya di pangan, maka kemungkinan tidak diperlukan lagi Kementerian BUMN di Indonesia, karena sudah ada super holding,” imbuh dia.

Namun dirinya menegaskan agar pemerintah harus memastikan bahwa holding BUMN pangan benar-benar berkontribusi penuh dari sisi produksi pangan. “Agar tidak menjadi masalah baru lagi,” pungkasnya.

Laporan: Busthomi

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby